Laman

Translate

Rabu, 16 Desember 2020

Sūtra Penolak Ketakutan, Bencana, dan Derita


Penaklukan wabah di Vaiśālī merupakan salah satu episode terkenal dalam riwayat hidup Buddha. Akan tetapi, apa yang dijampikan Buddha saat itu untuk menaklukkan tidaklah kita ketahui dengan pasti. Ada beragam versi yang direkam oleh beragam tradisi:

  1. Yang paling populer tentu saja rangkaian syair yang disebut “Ratana Sutta”, yang berisi doa untuk keselamatan demi kebenaran kualitas-kualitas luhur Tiratana. Dalam kanon Theravāda ia muncul dua kali: pada vagga kedua Sutta Nipāta, serta sebagai salah satu paritta dari koleksi Khuddaka Pāṭha. Padanannya yang berbahasa Sanskerta hibrida terdapat dalam kitab Mahāvastu Avadāna (1.290–295), yang merupakan bagian Vinaya Piṭaka mazhab Lokottaravāda. Sementara “Ratana Sutta” terdiri atas 17 bait, padanannya terdiri atas 19 bait.

  2. Versi di atas belum pernah diterjemahkan ke bahasa Cina hingga tibanya zaman modern. Walau demikian, peristiwa Vaiśālī bukannya tidak diketahui oleh umat Buddhis Tiongkok dahulu. Sedini abad IV, teks independen Ch’u k’ung﹣tsai﹣huan ching 《除恐災患經》 (‘Sūtra Penolak Ketakutan, Bencana, dan Derita’, T. № 744) telah diterjemahkan oleh Śramaṇa Shih Shêng-chien 釋聖堅 (aktif 388–407). Dalam sūtra yang tidak diketahui berasal dari mazhab mana ini Buddha menaklukkan wabah tersebut dengan gāthā yang isinya kurang lebih merupakan traduksi dua bait pertama “Ratana Sutta”. Teks ini akan kita bahas lebih jauh di bawah.

  3. Versi lain yang tidak kalah populer, yang berupa doa dhāraṇī yang diajarkan Buddha kepada Ānanda, termuat di akhir jilid 6 “Bhaiṣajya Vastu” dari Vinaya Piṭaka mazhab Mūlasarvāstivāda 《根本說一切有部毘奈耶藥事》 (T. vol. 24, № 1448 hlm. 27b–28a). Di awal jilid 7 secara singkat disebutkan bahwa Ānanda kemudian mengulanginya dengan berpijak di ambang gerbang kota. Doa dhāraṇī dengan ulangannya oleh Ānanda (kali ini secara utuh) itu selanjutnya beredar juga sebagai sūtra independen yang dijuduli Vaiśālīpraveśa (‘Sūtra tentang Memasuki Vaiśālī’) atau Mahāmantrānusāriṇī Dhāraṇī 《佛說大護明大陀羅尼經》 (‘Sūtra tentang Dhāraṇī sang Penjaga Mantra Agung’, T. № 1048) — dalam Vajrayāna teks ini lalu dipersonifikasikan menjadi berwujud seorang dewi (sebagai salah satu deitas Pañcarakṣā).

  4. Akhirnya pernyataan kebenaran dalam lima bait berbeda lagi diuncarkan Buddha untuk menaklukkan wabah Vaiśālī menurut sūtra ke-11 dari varga XXXVIII Ekottara Āgama (T. vol. 2, № 125 hlm. 727b–c):

    「今以成如來  世間最第一
     持此至誠語  毘舍離無他
     復以至誠法  得至涅槃界
     持此至誠語  毘舍離無他
     復以至誠僧  賢聖眾第一
     持此至誠語  毘舍離無他
     二足獲安隱  四足亦復然
     行道亦吉祥  來者亦復然
     晝夜獲安隱  無有觸嬈者
     持此至誠語  使毘舍無他」

    “Berkat Ketathāgataan yang kini Kuraih,
    yang paling tertinggi di dunia
    — berpegang pada ucapan yang tulus ini —
    kiranya Vaiśālī selamat tanpa bahaya.

    Dan lagi, berkat ketulusan Dharma,
    yang dapat menghantarkan ke ranah Nirvāṇa
    — berpegang pada ucapan yang tulus ini —
    kiranya Vaiśālī selamat tanpa bahaya.

    Dan lagi, berkat ketulusan Saṅgha,
    komunitas suci yang terutama
    — berpegang pada ucapan yang tulus ini —
    kiranya Vaiśālī selamat tanpa bahaya.

    Yang berkaki dua beroleh selamat,
    yang berkaki empat juga demikian.
    Yang bepergian di jalan kiranya beruntung,
    yang datang pulang juga demikian.

    Siang dan malam selamat sejahtera,
    tiada tersentuh gangguan [kejahatan] apa pun.
    Berpegang pada ucapan yang tulus ini,
    supaya Vaiśālī selamat tanpa bahaya.”

    Sepintas lalu, sūtra dari Ekottara Āgama (selanjutnya disingkat EĀ) ini mirip dengan Ch’u k’ung﹣tsai﹣huan ching yang sama-sama menceritakan peristiwa Vaiśālī (meski tidak sepanjang dan seberbelit yang disampaikan dalam Vinaya Piṭaka mazhab-mazhab tertentu). Tetapi, keduanya memiliki perbedaan detail di sana-sini karena berasal dari tradisi yang berlainan. Yang paling mencolok tentu dalam hal doa yang dijampikan: doa Ch’u k’ung﹣tsai﹣huan ching paralel dengan pembuka “Ratana Sutta” (yānīdha bhūtāni samāgatāni …); sedangkan dalam EĀ dua bait terakhirnya justru paralel dengan Mahāmantrānusāriṇī 3.14 dan 3.15 (atau ulangannya 6.14 dan 6.15):

    Svasti vo dvipade bhontu
    svasti vo 'stu catuṣpade
    /
    svasti vo vrajatāṃ mārge
    svasti pratyāgateṣu ca
    //

    (Bait terakhir hanya paralel sebagian dengan 3.15c–d: sarvatra svasti vo bhontu, mā caiṣāṃ pāpam āgamat.)

    Mahāmantrānusāriṇī sendiri adalah teks pendek yang telak berisi doa dhāraṇi dan ulangannya saja. Namun, sejatinya ia merupakan bagian dari narasi yang lebih panjang dalam “Bhaiṣajya Vastu” Vinaya Piṭaka mazhab Mūlasarvāstivāda (MSV﹣Bhaiṣ). Peristiwa Vaiśālī dalam vinaya ini mungkin bermula di jilid 5 hlm. 20c dengan bermukimnya Buddha dan bhikṣu-saṅgha selama musim hujan di Rājagr̥ha atas undangan Raja Ajātaśatru, dan selesai di jilid 7 hlm. 29c dengan berakhirnya avadāna tentang Āmrapālī.

    Tidak seperti Vinaya Piṭaka mazhab Mūlasarvāstivāda yang kurang jelas pembagiannya, dalam Mahāvastu Avadāna (MvuAv) milik Lokottaravāda peristiwa Vaiśālī meliputi keseluruhan satu “Chatra Vastu” (1.253–300). Di dalamnya juga terkandung cerita yang berbelit dan beberapa jātaka.

    Tradisi Theravāda berbeda lagi sebab menempatkan peristiwa Vesālī sebagai bagian dari literatur komentar (aṭṭhakathā) — mengingat teks akarnya (“Ratana Sutta”) hanya berupa rangkaian syair tanpa cerita apa pun — baik dalam komentar Sutta Nipāta, Khuddaka Pāṭha, juga Dhammapada di mana bait 290 dilatarbelakanginya disertaï lanjutan cerita sekembali Buddha dari Vesālī ke Rājagaha.


P’u-sa pên-hsing ching 《菩薩本行經》 (T. vol. 3, № 155)


P’u﹣sa pên﹣hsing ching (PPHs) merupakan sebuah koleksi avadāna dalam tiga jilid yang nama penerjemahnya hilang. Meski begitu, teks ini telah terlampir pada rekaman Dinasti Tsin Barat. Salah satu sūtra di dalamnya (hlm. 116a–120c), yang terpecah di akhir jilid 2 dan awal jilid 3, menceritakan versi lain dari peristiwa Vaiśālī. Sūtra ini terpaksa ditambahkan sebagai sumber kelima di sini karena luput dari kajian kita pada pengantar di atas.

Sūtra independen dari PPHs ini mirip strukturnya dengan sūtra dari EĀ dan teks kita, Ch’u k’ung﹣tsai﹣huan ching, tetapi tentu saja dengan keunikan versinya sendiri. Misalnya: nama cakravartin yang menyembah stūpa dalam cerita pendermaan kanopi (hlm. 118a dst.) ialah Sudarśana 修陀梨鄯寧, seperti dalam MSV﹣Bhaiṣ. Sebaliknya, doa yang dijampikan Buddha untuk menaklukkan wabah (hlm. 119a) malah mirip dengan teks kita:

Sudarshana
「在地諸天神  虛空住諸天
 諸來在此者  皆當發慈心
 晝夜懷歡喜  當隨正法言
 勿得懷害意  嬈惱諸人民」

“Para dewata dan roh yang di bumi,
maupun yang berdiam di antariksa,
segala apa pun yang datang di sini —
semuanya hendaklah membangkitkan rasa sayang!

Siang dan malam bersukacita
menuruti kata-kata Dharma Sejati (Saddharma);
janganlah menyimpan pikiran mencelakaï,
akan mengganggu segala orang jelata.”

Nasib teks kita, di sisi lain, sangat bertolakbelakang dengan sūtra dari PPHs yang kurang populer (atau bahkan terlupakan) ini. Dengan gaya bahasa yang sama-sama arkais, sukarlah untuk menentukan mana yang lebih awal diterjemahkan: teks kita ataukah PPHs? (Tentang kepopuleran dan usia teks kita akan dibahas lebih lanjut nanti.)


Perbandingan Cerita Beragam Versi


Perbandingan yang dimaksud di sini hanyalah perbandingan relatif terhadap teks kita, Ch’u k’ung﹣tsai﹣huan ching. Kita tidak akan terlalu jauh membahas detail-detail minor pada masing-masing versi, yang seringkali saling bertentangan satu sama lain.

Yang akan kita soroti pertama-tama adalah masalah waktu kejadiannya. Hampir semua versi setuju bahwa wabah di Vaiśālī meledak ketika Ajātaśatru sudah naik takhta menggantikan ayahnya, Raja Bimbisāra. Akan tetapi, menurut MvuAv peristiwa ini terjadi beberapa tahun saja selepas Buddha mencapai Pencerahan Sempurna. Komentar-komentar Pāli juga menempatkan peristiwa ini di masa pemerintahan Raja Bimbisāra.

Teks kita merupakan satu-satunya yang tidak mempersalahkan makhluk-makhluk halus sebagai biangkeladi pecahnya wabah — walau nantinya menyebutkan juga adanya hantu-hantu yaksa yang enyah sewaktu mendengar syair jampian Buddha. EĀ dan MvuAv cuma mengatakan: banyak yaksa yang menghantui Vaiśālī (MvuAv mengidentifikasi mereka sebagai seribu putra Kuṇḍalā, yaksa betina dari Himalaya), maka terjadilah wabah.
Komentar-komentar Pāli menambahkan alasan: karena kekeringan dan gagal panen, terjadi kelaparan di Vesālī, banyak penduduk yang meninggal, dan mayat-mayat yang bergelimpangan di jalan menjadi sumber penyakit dan pengundang makhluk-makhluk halus datang berkerubung.
PPHs, yang dibuka dengan avadāna tentang Apalāla si naga jahat, mengisahkan bahwa Apalāla menurunkan hujan es sehingga tanaman-tanaman rusak, penduduk kelaparan, dst. seperti versi Pāli. Hanya saja di sini kejadian tersebut berlokasi di Magādha. Setelah Buddha menaklukkan Apalāla, cuaca menjadi bersahabat, panen berlimpah, dan makhluk-makhluk halus melarikan diri ke Vaiśāli sehingga wabah berpindah ke sana.
MSV﹣Bhaiṣ memberikan cerita yang berbeda: karena Buddha bermukim tiga bulan di Rājagr̥ha selama musim hujan, dewa-dewa yang berkeyakinan datang berkumpul, dan hantu-hantu penebar bencana wabah tersingkir melewati Desa Nādikā sampai ke Kota Vaiśālī. Akibatnya, Kota Vaiśālī jadi kewabahan.

Enam guru tīrthika muncul dalam MvuAv di mana merekalah yang mula-mula diundang untuk menaklukkan dan gagal. Dalam komentar-komentar Pāli mereka hanya disarankan oleh sebagian warga Vesālī dalam musyawarahnya, tetapi batal diundang. Teks kita, EĀ, dan MSV﹣Bhaiṣ malah tidak menyebut-nyebut mereka sama sekali. Dalam teks kita saran pertama dalam musyawarah justru datang dari para brāhmaṇa agar diadakan upacara-upacara kurban (yajña, yang mereka pimpin sendiri tentunya). Lebih singkat lagi, PPHs bahkan tidak menceritakan adanya musyawarah; raja Vaiśālī langsung menunjuk seorang duta untuk mengundang Buddha sesudah mendengar keberhasilan Beliau menaklukkan wabah di Magādha.

Duta yang diutus juga problematis. PPHs cuma menampilkannya sebagai tokoh minor yang tidak disebutkan namanya. MvuAv mengatakan ia seorang pemuka (mahattara) Licchavi bernama Tomara. MSV﹣Bhaiṣ — manuskrip Sanskertanya yang fragmentaris sayangnya hilang pada bagian peristiwa Vaiśālī — memberikan transkripsi Tu-mo-lo 都末羅 (yakni: Tomara), namun di situ ia adalah seorang brāhmaṇa (pada hlm. 21b bahkan diberikan transkripsi 都末羅布盧呬多 yang memperjelas bahwa ia merupakan purohita, kepala brāhmaṇa kerajaan). Dalam teks kita yang diutus ialah Perumahtangga Alim Berbakat 長者才明 (di awal sekali dituliskan dengan transkripsi: Tan-ni 彈尼 — nama ini sukar direkonstruksi dan akan kita bahas lebih lanjut nanti). Komentar Dhammapada bait 290 berbeda lagi dan menyebutkan adanya dua orang duta: pangeran Licchavi bernama Mahāli, dan putra dari kepala brāhmaṇa kerajaan. Terakhir, EĀ memberikan nama Perumahtangga Paling Besar 最大長者, yang tampaknya lebih dekat dengan bentuk Pāli Mahāli.

MSV﹣Bhaiṣ mengatakan bahwa Tomara berinisiatif mengadakan musyawarah karena diberikan mimpi oleh dewa-dewa baik tentang eksistensi Buddha yang mampu menaklukkan wabah. Mimpi dari dewa-dewa baik tersebut dalam MvuAv, sebaliknya, diturunkan kepada banyak warga Vaiśālī sehingga mereka sama-sama mengadakan musyawarah dan memilih Tomara sebagai duta. Komentar-komentar Pāli dan EĀ tidak menyinggung-nyinggung soal mimpi sejenis; Buddha disarankan dalam musyawarah oleh sebagian warga yang memang mengetahui keberadaan-Nya, kemudian Mahāli dipilih untuk mengundang-Nya. Dalam teks kita Alim Berbakat memainkan peran sangat penting. Sebuah avadāna (par. 70–93) bahkan khusus menceritakan dirinya. Ia tampaknya mengenal Buddha secara pribadi, lalu menyarankan-Nya kepada warga dalam musyawarah. Warga menerima usulnya dan menyuruh dia sendiri menjadi duta.

Kecuali teks kita dan MvuAv, semua versi setuju bahwa Buddha sedang bermukim tiga bulan di Rājagr̥ha, menghabiskan musim hujan atas undangan raja Magādha. Duta pada kebanyakan versi datang langsung kepada Buddha untuk mengajak-Nya ke Vaiśālī, dan Buddha menyuruhnya memohon izin raja sebab Beliau sudah menerima undangan raja terlebih dahulu (adegan ini juga muncul dalam MvuAv kendati kurang jelas apakah itu merupakan undangan bermukim selama musim hujan). EĀ dan PPHs memberikan cerita menarik tentang kekhawatiran sang duta akan ditolaknya permohonan tersebut oleh Ajātaśatru. Buddha lantas mengajarinya suatu cara untuk menyenangkan hati Ajātaśatru. Mula-mula ia harus berkata bahwa ia diutus Buddha untuk menyampaikan pesan: karena melakukan perbuatan durhaka membunuh ayahnya sendiri, setelah meninggal Ajātaśatru seharusnya terjatuh ke neraka (Avīci selama satu kalpa menurut EĀ); namun karena Ajātaśatru bertobat di hadapan Buddha, hukuman yang diterimanya akan teringankan (setara lima ratus hari dunia manusia menurut PPHs; menjadi masuk Neraka Tepak Bola 拍毬地獄 sebagai gantinya menurut EĀ). Mendengar hal ini, Ajātaśatru merasa amat gembira dan hendak mengabulkan apa pun yang diminta sang duta.

Dalam EĀ keputusan lalu dikembalikan kepada Buddha sendiri, yang setuju untuk segera berangkat ke Vaiśālī bersama sang duta. Sedangkan dalam PPHs Ajātaśatru menyetujui permohonan sang duta apabila Negeri Vaiśālī bersedia mengadakan persiapan-persiapan seperti yang dikerjakan Magādha. Dalam MSV﹣Bhaiṣ syarat yang sama juga diajukan Ajātaśatru, setelah menyetujui permohonan Tomara berkat perantaraan menterinya yang membujuknya: bagaimana mungkin Buddha (maupun pengikut-Nya) akan membiarkan, bahkan satu, makhluk hidup dalam penderitaan. Syarat yang sama juga terdapat dalam MvuAv, hanya saja rajanya di situ ialah Bimbisāra.

Dalam komentar-komentar Pāli, di mana sang duta menghadap Raja Bimbisāra terlebih dahulu, raja tidak lekas mengiakan permohonannya. Jadi, sang duta kemudian bertanya kepada Buddha sendiri. Buddha setuju untuk berangkat ke Vesālī sebab hal itu akan menguntungi banyak makhluk secara langsung dan tidak-langsung. Raja Bimbisāra pun mengerjakan persiapan-persiapan perjalanan-Nya sesudah mengetahui bahwa Beliau setuju.

Dalam teks kita, yang tidak berlatar waktu musim hujan, Alim Berbakat juga menghadap Raja Ajātaśatru terlebih dahulu. Ajātaśatru langsung merestuinya walau kemudian menyesal karena telah memberi izin mengundang Buddha. Akibatnya, ia berusaha mengulur kepergian Buddha selama satu bulan dan memukimkan Beliau di istananya sementara persiapan-persiapan perjalanan-Nya dikerjakan.

Cerita selanjutnya tentang pendermaan kanopi merupakan bagian yang paling penting. Keseluruhan satu vastu dalam MvuAv mengenaï peristiwa Vaiśālī (“Chatra Vastu”) bahkan disubjuduli berdasarkan cerita ini — alih-alih menggunakan “Ratana Sūtra” sebagai subjudulnya. Versi Pāli tidak memiliki paralel persis cerita ini. Meskipun komentar Dhammapada bait 290 nantinya akan menceritakan kejadian di masa lampau yang menyebabi Buddha mendapat berbagai persembahan, jātaka singkat itu memiliki perbedaan signifikan dengan versi-versi lainnya.

Pihak-pihak yang bederma berbeda-beda dalam berbagai versi, yang meliputi manusia, dewa, naga, dsb. Begitu pula jumlah kanopi yang didermakan: menurut MvuAv ada lebih dari 5.000; sedangkan menurut teks kita, EĀ, dan MSV﹣Bhaiṣ cuma 2.500; PPHs, di sisi lain, menyebutkan 3.000. Dalam komentar-komentar Pāli pendermaan kanopi bukan ditujukan kepada Buddha seorang, tetapi lebih kepada 500 bhikkhu yang mengiringi-Nya. Juga alih-alih kanopi permata seperti pada versi lainnya, yang dipersembahkan hanyalah kanopi putih biasa dengan perincian: Raja Bimbisāra mempersembahkan 2 kanopi untuk Buddha dan 1 kanopi untuk masing-masing bhikkhu pengiring-Nya; warga Vesālī menggandakan persembahan 4 kanopi untuk Buddha dan 2 kanopi untuk masing-masing bhikkhu pengiring-Nya.

Demikianlah adegan pendermaan kanopi tidak terlalu istimewa pada komentar-komentar “Ratana Sutta” Pāli. Hanya dua pihak manusia yang bederma. Cerita yang lebih heboh justru termuat di komentar Dhammapada bait 290 yang kejadiannya di Magādha, ketika Buddha kembali dengan segera setelah menaklukkan wabah di Vesālī (dalam versi-versi lain Buddha malah lanjut berkelana di wilayah suku Licchavi, bahkan sampai ke tempat-tempat lain dalam Republik Vr̥ji). Di sini Raja Bimbisāra dan rakyat Magādha menyambut Buddha di tepi Sungai Gaṅgā. Para dewa dan brahma mempersembahkan kanopi-kanopi, bebungaan, dedupaan, dsb. Para naga menaburi permukaan air dengan 500 jenis teratai. Mereka juga menjemput Buddha dan pengiring-Nya dengan tongkang-tongkang emas, perak, dan permata ke alam mereka untuk dihaturi persembahan lebih lanjut.

Sepulangnya dari alam naga, Buddha menceritakan kejadian di masa lampau yang menyebabi Ia mendapat persembahan berlimpah sebelum dan sesudah ke Vesālī. Pada saat itu Ia adalah seorang brāhmaṇa bernama Saṅkha yang mempersembahi thūpa putranya, Susīma, yang telah menjadi paccekabuddha dan mangkat. Karena mencabuti rumput di lahan sekitar thūpa, maka kini rute sepanjang delapan yojana ke Vesālī dapat ditempuh-Nya dengan nyaman. Karena menghamparkan pasir di lahan sekitar thūpa, maka kini jalan dalam rute tersebut menjadi rata terhampar. Karena dahulu menaburkan bunga, maka kini permukaan jalan tersebut ditutupi bunga. Karena dahulu memercikkan air, maka kini turun hujan tatkala Ia tiba di Vesālī. Karena dahulu menaikkan panji dan kanopi, maka kini segenap cakrawala dipenuhi panji-panji dan kanopi-kanopi bagi-Nya.

MvuAv juga memiliki cerita tersendiri berbentuk syair-syair singkat (i.267–270) yang digubah Buddha untuk Āyuṣman Vāgīśa. Tokoh utamanya adalah seorang brāhmaṇa yang tidak disebutkan namanya. Putra sang brāhmaṇa, yang juga tidak bernama, di sini menjadi seorang (Samyak?) Saṃbuddha. Setelah Saṃbuddha parinirvāṇa, siswa-Nya mendirikan sebuah stūpa bagi-Nya, dan ayah-Nya mempersembahi stūpa itu sebuah kanopi. Di akhir cerita Buddha mengungkapkan bahwa diri-Nya adalah sang brāhmaṇa, dan Vāgīśa adalah siswa putranya.

Berbeda dengan kedua jātaka di atas, pada kebanyakan versi lain tokoh utamanya adalah seorang cakravartin yang memiliki seribu putra. Ia menaungkan sebuah kanopi ke atas stūpa putra bungsunya yang telah menjadi pratyekabuddha dan mangkat. Nama sang cakravartin berlainan pada berbagai versi:
  • teks kita: Dewa Agung 大天 (di awal sekali dituliskan dengan transkripsi: Mo-t’iao 摩調 atau Mahādeva),
  • PPHs: Hsiu-t’o-li-shan-ni 修陀梨鄯寧 atau Sudarśana, yang berarti sama dengan
  • MSV﹣Bhaiṣ: Pemandangan Baik 善現 (di awal sekali: Pemandangan Baik yang Agung 大善現).
Kisah hidupnya kurang lebih serupa pada semua versi dan dapat dilihat pada terjemahan teks kita yang akan disajikan nanti.

EĀ memberikan varian cerita ini. Di situ nama cakravartin-nya adalah Penjelmaan Baik 善化, yang mungkin merupakan terjemahan untuk *Sunirmita atau malah *Sudarśana juga (di awal sekali, akan tetapi: Yang Mengatur dengan Ajaran Baik 善化治). Ia memerintah dari Mithilā, namun tidak memiliki keturunan. Setelah berdoa kepada dewa-dewa, akhirnya permaisuri utamanya yang bernama Cahaya Mentari 日光 melahirkan seorang putra, dan diberinya nama Renungan Kecintaan 愛念. Pangeran Renungan Kecintaan meninggalkan rumahtangga dan menjadi pratyekabuddha. Ayahnya lalu mengundangnya untuk tinggal di istana. Namun, ia menolak segala kemewahan dan memilih berdiam di gubuk di taman belakang. Sang cakravartin, yang tidak mengetahui bahwa putra tunggalnya sudah menjadi pratyekabuddha, menyokongnya hingga mangkat. Kemudian sebuah stūpa didirikan baginya dan dinanungi dengan kanopi.

Pada versi-versi yang tokoh utama jātaka-nya seorang cakravartin (kecuali EĀ), terdapat bagian menarik di mana Buddha mengorbankan jasa yang seharusnya Ia nikmati pahalanya. Walaupun terdapat 2.500 (PPHs: 3.000) kanopi yang dipersembahkan, namun Buddha menerimanya dikurangi satu. Jasa untuk satu kanopi, yang tidak diambil-Nya, didedikasikan-Nya bagi siswa-siswa-Nya di masa mendatang supaya kebutuhan hidup mereka sehari-hari tercukupi dan dapat berlatih dengan tenang. Seandainya sekarang Ia tidak menjadi Buddha, maka seharusnya Ia terlahir sebagai cakravartin 2.500 kehidupan lagi. Tetapi, karena kini Ia menjadi Buddha dan takkan terlahir kembali, akibat dari jasa-jasa-Nya berbuah sebagai 2.500 kanopi.
PPHs tidak menyebutkan berapa kehidupan lagi Ia akan menjadi cakravartin seandainya sekarang tidak menjadi Buddha. Tetapi, di mana pun Ia terlahir, Ia dikatakan akan selalu dipersembahi 3.000 kanopi.
MSV﹣Bhaiṣ agak berbeda di mana Ia menerima seluruh kanopi, bahkan menampilkan tubuh jelmaan di bawah setiap kanopi agar masing-masing penderma menampak bahwa kanopinyalah yang digunakan Buddha dan tidak iri satu sama lain (adegan ini juga muncul dalam MvuAv), namun tetap mendedikasikan kelebihan jasa-Nya bagi siswa-siswa-Nya. Barangkali, menurut Mūlasarvāstivādin, buah berupa kanopi permata sebatang tidaklah setara dengan buah terlahir sebagai cakravartin satu kehidupan, sehingga masih menyisakan banyak jasa yang dapat didedikasikan.
Dalam EĀ tidak ada kanopi yang ditampik maupun dedikasi jasa. Di akhir cerita hanya dikatakan: karena menaungkan kanopi ke stūpa tanpa tahu bahwa putranya adalah pratyekabuddha, sang cakravartin terlahir sebagai dewa, manusia, cakravartin lagi, indra, atau brahma sebanyak ratusan, ribuan, tidak terhitung kali. Bahkan ia seharusnya terlahir sebagai cakravartin 2.500 kehidupan lagi seandainya sekarang tidak menjadi Buddha. Seandainya pula ia tahu bahwa putranya adalah pratyekabuddha, maka jasa yang ia peroleh akan lebih besar lagi tak terukur.

Sebagai ganti penampilan tubuh jelmaan di bawah setiap kanopi, PPHs dan teks kita menceritakan bahwa Buddha menampilkan tubuh jelmaan di atas jembatan-jembatan yang didermakan berbagai pihak (agar masing-masing menampak jembatannyalah yang digunakan Buddha). PPHs mengatakan bahwa para naga berjalin tubuh membentuk 500 jembatan; dan pihak Magādha, Vaiśālī, dewa, dan asura masing-masing mendermakan 500 perahu untuk menyeberang Sungai Gaṅgā. Teks kita hanya menyebutkan tiga jembatan: dari pihak Magādha, Vaiśālī, dan naga.
Dalam MSV﹣Bhaiṣ juga hanya ada tiga jembatan, namun Buddha tidak lagi menciptakan tubuh jelmaan. Ia memilih menyeberang melalui jembatan naga ditemani Ānanda, sedangkan yang lain dipersilakan melalui jembatan Magādha atau Vaiśālī.
EĀ tidak menceritakan adegan jembatan sama sekali; setelah pendermaan kanopi, cerita langsung beralih pada seluruh rombongan melanjutkan perjalanan dan tiba di Vaiśāli.
Adegan jembatan juga tiada dalam MvuAv, tetapi sudah disebutkan di awalnya bahwa Raja Bimbisāra mempersiapkan jembatan ponton untuk seluruh rombongan menyeberang.
Komentar-komentar Pāli mengisahkan Raja Bimbisāra mengikat dua tongkang (atau kapal?) jadi satu, mendirikan sebuah paviliun permata di atasnya untuk tempat duduk Buddha, sementara bhikkhu-bhikkhu duduk di sekelilingnya. Rombongan menyeberang dengan tongkang tersebut, dan Raja Bimbisāra menceburkan dirinya ke Sungai Gaṅgā mengiringi tongkang itu dari samping. Sesampainya di seberang, rombongan melanjutkan perjalanan ke Vesālī, sedangkan Raja Bimbisāra tetap tinggal di tepi sungai menunggu Buddha hingga kembali.

Selanjutnya, avadāna tentang delapan laksa empat ribu preta yang mendermakan semangkuk air merupakan keunikan teks kita yang tidak terjumpaï pada versi-versi lain sehingga tidak bisa kita perbandingkan.

Tentang doa yang dijampikan Buddha telah dibahas dalam pengantar sebelumnya. Yang patut diperhatikan adalah cara penjampiannya. Dalam teks kita Buddha mengucapkannya sambil menyentuh ambang gerbang kota, kemudian Beliau ke luar Vaiśālī, dan mengelilingi temboknya sambil berhenti di tiap-tiap gerbang membabarkan doa berkat (tidak disebutkan apa yang dibabarkan-Nya kali itu).
Dalam PPHs Buddha juga mengucapkannya di ambang gerbang kota. Menariknya, hantu-hantu penebar wabah dikatakan enyah dari Vaiśālī menuju ke Magādha sehingga wabah berpindah ke sana. Buddha pun kembali ke Magādha untuk menaklukkan mereka, dan hantu-hantu itu melarikan diri lagi ke Vaiśālī. Demikianlah di sini Buddha sampai tujuh kali bolak-balik antara Magādha–Vaiśālī. Akhirnya, dengan mengenang kelahiran-kelahiran lampau-Nya (sebagai Raja Śivi, Pangeran Mahāsattva, Sutasoma, dll.), Buddha mengucapkan pernyataan kebenaran bahwa Beliau senantiasa berkomitmen menyingkirkan segala bencana dan penderitaan semua makhluk. Beliau pun menampilkan dua kepala pada tubuh-Nya: yang satu memandangi Vaiśālī, yang satu lagi memandangi Magādha. Hantu-hantu penebar wabah kabur ke mahāsamudra, dan wabah berhenti untuk seterusnya. Sūtra dari PPHs ini pun diakhiri dengan Buddha menceritakan jātaka tentang kelahiran-Nya sebagai Pangeran Maheśvara.
EĀ secara singkat juga menceritakan bahwa Buddha mengucapkan syair jampian di gerbang kota. Para rākṣasa dan hantu-hantu pun kabur, dan wabah tersembuhkan. Buddha dan rombongan-Nya kemudian menuju ke tepi Kolam Monyet (Markaṭa Hrada) untuk menerima derma dari penduduk Vaiśālī. Sūtra ditutup dengan cerita enam guru tīrthika yang mengiri karena Buddha mendapat persembahan, lalu dikalahkan oleh Bhikṣuṇī Śronā 輸盧尼 dalam debat.
MvuAv tampaknya juga menempatkan Buddha di gerbang kota ketika mengucapkan “Ratana Sūtra”. Akan tetapi, terdapat banyak lakuna pada manuskripnya: di tengah-tengah maupun sesudah “Ratana Sūtra”. Sesudah “Ratana Sūtra”, teks tiba-tiba beralih pada selesainya Buddha dan saṅgha bersantap di rumah Gośr̥ṅgī (keesokan harinya). Gośr̥ṅgī, yang sebelumnya memang mengundang lewat burung nuri pengantar pesan, kemudian mendonasikan hutan pohon sāla miliknya untuk saṅgha.
Menurut komentar-komentar Pāli, Buddha mengajarkan “Ratana Sutta” kepada Ānanda dengan segera begitu sampai di gerbang Kota Vesālī. Akan tetapi, menurut komentar Dhammapada bait 290, karena turun hujan ketika rombongan sampai, mereka berteduh dahulu di rumah peristirahatan yang terletak di tengah kota, dan Buddha baru mengajari Ānanda di senja harinya. Ānanda lalu mengulanginya sambil memercikkan air, mengelilingi tembok Vesālī yang berlapis tiga. Buddha sendiri juga kembali mengkhotbahkan “Ratana Sutta” hingga tujuh hari.
Dalam MSV﹣Bhaiṣ mula-mula Buddha pergi berdua dengan Ānanda ke Āmrapālīvana, dan di situ Beliau mengajarinya Mahāmantrānusāriṇī Dhāraṇī. Ānanda lalu mengulanginya dengan berpijak di ambang gerbang Kota Vaiśālī. Tiada adegan berkeliling atau memercikkan air di sini.




Avadāna tentang Tomara merupakan keunikan lain teks kita yang tidak terjumpaï pada versi-versi lain sehingga tidak bisa kita perbandingkan.

Avadāna tentang Āmrapālī, yang mengakhiri teks kita, juga menjadi penutup peristiwa Vaiśālī pada MSV﹣Bhaiṣ. Ada kebingungan dalam menentukan waktu terjadinya cerita ini. Persaingan Āmrapālī dahulu-mendahului dengan pangeran-pangeran Licchavi dalam mengundang Buddha merupakan episode yang begitu ubikuitus, muncul dalam berbagai versi Mahāparinirvāṇa Sūtra. Oleh karena itu, tradisi Theravāda menempatkan pertemuan Buddha dengan Āmrapālī terjadi beberapa bulan saja menjelang Buddha parinirvāṇa. Akan tetapi, episode tersebut sesungguhnya juga muncul dalam Vinaya Piṭaka Pāli, dan tiada indikasi di sana — sebagaimana di MSV﹣Bhaiṣ — bahwa Buddha akan segera parinirvāṇa. Selain itu, MSV﹣Bhaiṣ juga mencatat cerita “Cerminan Dharma” di Desa Nādikā (hlm. 26b–c) sebelum Buddha memasuki Āmrapālīvana, di mana Beliau memberitahukan nama siswa-siswi-Nya yang telah mencapai kesucian dan meninggal dunia (adegan ini juga dicatat dalam Mahāparinirvāṇa Sūtra). Maka dapat kita duga bahwa Mahāparinirvāṇa Sūtra mungkin mencakup kejadian-kejadian hingga rentang beberapa tahun terakhir kehidupan Buddha dan bukan dalam bulan-bulan final-Nya saja.

Persaingan Āmrapālī tidak terjadi dalam teks kita, di mana yang mengundang makan pertama kali di Vaiśālī adalah Perumahtangga Alim Berbakat (Tomara). Begitu pula dalam MvuAv, seperti sudah disebutkan, yang mengundang makan pertama kali adalah Gośr̥ṅgī. Donasi hutan mangga Āmrapālīvana juga tidak diceritakan teks kita, berlainan dengan MvuAv di mana Āmrapālī mengikuti jejak Gośr̥ṅgī yang mengundang makan dan mendonasikan lahan miliknya. MvuAv bahkan menceritakan donasi besar-besaran di Vaiśālī lahan-lahan sanggar (caitya) tempat pemujaan yakṣa-yakṣa: Cāpāla, Saptāmra, Bahuputra, Gautamaka, dan Kapinahya.


Kepopuleran dan Usia Teks Kita


Kepopuleran Ch’u k’ung﹣tsai﹣huan ching dapat kita lihat dari seringnya ia dikutip dalam teks-teks yang kanonisitasnya tidak teragukan maupun yang diragukan. Ia disarikan menjadi bab ke-23 dari Fo pên﹣hsing ching 《佛本行經》 (T. vol. 4, № 193), sebuah riwayat hidup Buddha berbentuk gāthā yang tampaknya disusun di Cina. Di sini syair jampian teks kita dirangkum hanya dalam tiga baris (hlm. 90c):
「諸有眾生類,地行乘空者,宜慈愛眾生。」
Keunikan lainnya adalah nama duta yang diutus dituliskan sebagai 財明 (‘Alim Berkekayaan’) alih-alih 才明 (‘Alim Berbakat’). Hal ini membuat kita harus mempertimbangkan kembali apakah Tan-ni 彈尼, yang disebutkan di awal, merupakan transkripsi untuk Tomara ataukah *Dhanika (*Dhaniya)? Bagaimana pun juga Fo pên﹣hsing ching hanyalah susunan belakangan — mungkin sezaman, tetapi jelas bukan oleh Pao-yün 寶雲 (376–449) yang dicantumkan sebagai “penerjemah”-nya — kendati di dalamnya banyak mencomot karya-karya terjemahan yang lebih kuno dari abad III.

Teks lain yang menarik adalah Fo﹣shuo kuan﹣ting ching 《佛說灌頂經》 (*Abhiṣeka Sūtrāṇi, T. № 1331), sebuah koleksi dua belas sūtra di mana yang ke-12 merupakan versi tertua Bhaiṣajyaguru Sūtra. Menurut jilid 7 Li-tai san pao-chi 《歷代三寶紀》 (‘Tawarikh Sejarah Triratna Sepanjang Era’, T. vol. 49, № 2034 hlm. 69a), sembilan sūtra pertamanya diterjemahkan oleh Bhikṣu Śrīmitra pada masa Dinasti Tsin Timur — atribusi yang diikuti berbagai edisi Tripiṭaka Tionghoa hingga sekarang. Śrīmitra, yang bermarga Po 帛 (menandakan bahwa ia berasal dari Kucha), adalah seorang guru esoteris yang datang ke Cina tahun 307–342. Akan tetapi, jilid 4 katalog tertua yang masih lestari, Ch’u san-tsang chi chi 《出三藏記集》 (‘Kumpulan Catatan [Teks-Teks] yang Telah Diterjemahkan dari Tripiṭaka’, T. vol. 55, № 2145 hlm. 31b), menyatakan: penerjemah sembilan sūtra pertama *Abhiṣeka Sūtrāṇi anonim; begitu pula dua sūtra berikutnya yang ditambahkan kemudian; sedangkan yang terakhir sepertinya merupakan pemalsuan oleh Hui-chien 慧簡 pada tahun 457. (Studi-studi modern justru menunjukkan hal yang sebaliknya di mana yang terakhir [Bhaiṣajyaguru Sūtra] jelas kanonis, sedangkan sebelas sisanya lebih bersifat apokrif.)

Sūtra yang ke-9 patut kita cermati secara khusus. Sūtra ini dapat kita pandang sebagai parateks dari Ch’u k’ung﹣tsai﹣huan ching yang berisi jawaban Buddha atas pertanyaan Ānanda bagaimana menyikapi wabah di Vaiśālī. Sūtra dibuka dengan Buddha berada di Hutan Bambu di Rājagr̥ha. Ketika pembabaran Dharma hampir selesai, Ānanda berlutut dan mengajukan pertanyaan. Kalimat-kalimat pertanyaannya itu mengutip paragraf pembuka Ch’u k’ung﹣tsai﹣huan ching secara sama persis. Hal ini menimbulkan teka-teki: benarkah teks kita diterjemahkan oleh Shêng-chien antara 388–407 sebagaimana disebutkan pada pengantar sebelumnya? Meskipun atribusi kepenerjemahan *Abhiṣeka Sūtrāṇi pada Śrīmitra mungkin salah, paling tidak sezaman dengan kedatangannya di Cina sudah beredar sebuah koleksi sembilan sūtra abhiṣeka. Lalu bagaimana bisa kutipan teks kita terdapat dalam koleksi yang muncul sekurang-kurangnya 40 tahun lebih awal tersebut?

Lagi-lagi permasalahan ini bermula dari Li-tai san pao-chi, yang menjadi sumber atribusi yang diikuti berbagai edisi Tripiṭaka Tionghoa hingga sekarang, sebab dalam katalog Ch’u san-tsang chi chi tidak tersua judul Ch’u k’ung﹣tsai﹣huan ching. Kita hanya menemukan sebuah Ch’u tsai-huan ching 《除災患經》 (tanpa “k’ung” 恐) di jilid 2 (hlm. 7b) sebagai salah satu dari tiga sūtra yang diterjemahkan Po Yen 白延 (atau 帛延), seorang bhikṣu dari Kucha yang berkarya sekitar 248–259 pada zaman Dinasti Ts’ao Wei. Ketiga sūtra tersebut dikatakan hilang ketika katalog ini terbit kurang lebih tahun 515.

Di sisi lain, Li-tai san pao-chi mencatat kedua-dua sūtra penolak bencana dan derita, baik yang dengan “k’ung” maupun tanpa “k’ung”. Judul dengan “k’ung” didaftarkan di jilid 9 (hlm. 83c) di antara karya-karya Shêng-chien, ditambahi keterangan:
第二出。與魏世白延出者小異。見始興寶唱二錄。
Traduksi kedua. Dengan traduksi Po Yen dari zaman Wei berbeda sedikit. Lihat kedua rekaman oleh Shih-hsing maupun Pao-ch’ang.
Atribusi kepenerjemahan pada Shêng-chien ini mungkin salah pula. Akan tetapi, pada abad IV jelas telah beredar sebuah Ch’u k’ung﹣tsai﹣huan ching yang berbeda sedikit — barangkali sebenarnya hanya revisi — dengan terjemahan sebelumnya. Maka *Abhiṣeka Sūtrāṇi bisa jadi masih mengutip dari terjemahan asli abad III (yang di kemudian hari dinyatakan hilang oleh Ch’u san-tsang chi chi) atau bisa juga dari revisi tersebut.

Apokrifum lain yang sejenis adalah Fo﹣shuo ch’üeh wên﹣huang shên﹣chou ching 《佛說却溫黃神呪經》 (‘Sūtra tentang Mantra Pengusir Sakit Kuning Wabah’, Zokuzōkyō vol. 2, № 193). Ini juga merupakan parateks yang mengutip paragraf pembuka Ch’u k’ung﹣tsai﹣huan ching secara sama persis. Seperti *Abhiṣeka Sūtrāṇi, di sini Ānanda berlutut menanyakan cara mengatasi wabah di Vaiśālī, lalu Buddha menyebutkan nama-nama tujuh hantu penebar hawa racun yang harus diusir. Apokrifum ini muncul sangat telat, mungkin di zaman T’ang. Ia dibawa ke Jepang oleh Shōei 宗叡 (809–884), seorang bhikṣu Shingon dari periode Heian, sebagaimana dapat dilihat dalam Daftar yang Baru Ditulis tentang Pintu-Pintu Dharma yang Dimohon untuk Didatangkan [ke Jepang] 《新書寫請來法門等目錄》 (T. vol. 55, № 2174A hlm. 1109b). Shōei menuliskan judulnya dengan varian 溫氣 (‘hawa wabah’) alih-alih 溫黃 (‘sakit kuning wabah’). Teks ini kemudian menjadi begitu populer lintas-sekte di Jepang, sementara di Cina sendiri ia dengan segera terlupakan.

Yānīdha bhūtāni samāgatāni
Sebagai penutup kita tidak bisa melewatkan apokrifum yang luar biasa terkenal, Kao﹣wang kuan﹣shih﹣yin ching 《高王觀世音經》 (dalam lafal Hokkien: Ko-ông Koan-sè-im keng, T. № 2898). Pembahasan teks ini memerlukan artikel tersendiri dan tidak mungkin tercakup hanya dengan satu atau dua paragraf singkat. Di sini kita cuma akan melihat bagaimana syair jampian Ch’u k’ung﹣tsai﹣huan ching begitu diselewengkan olehnya.

Alih-alih ‘Sūtra Avalokiteśvara, Raja yang Tinggi (atau: Raja Agung)’, judul teks ini tampaknya lebih berarti ‘Sūtra Avalokiteśvara dari [zaman] Raja Kao’. Raja Kao merujuk pada Kao Huan 高歡 (Hokkien: Ko Hoan, 496–547), perdana menteri yang menjadi penguasa de facto dinasti singkat Wei Timur, yang memakai gelar Raja(muda)/Pangeran Hsien-wu dari Ch’i 齊·獻武王. Catatan-catatan Buddhis mengaitkan munculnya teks ini dengan peristiwa yang terjadi pada era T’ien-p’ing 天平 (534–537), ketika ia masih berkuasa. Yang tertua sepertinya bermula dari tulisan-tulisan Vinayācārya Tao-hsüan — kita ambil saja dari jilid 10 katalog karangannya, Ta-t’ang nei-tien lu 《大唐內典錄》 (‘Rekaman Kitab-Kitab Intern [=Buddhis] di zaman T’ang Agung’, T. vol. 55, № 2149 hlm. 339a–b) yang terbit tahun 664. Catatan-catatan penulis sesudahnya hanya mengulangi ceritanya secara sama persis.

Alkisah pejabat personalia ketentaraan yang bernama Sun Ching-tê 孫敬德 (Hokkien: Sun Kèng-tek) divonis hukuman mati karena pencurian yang tidak dilakukannya. Di sel tahanan malam itu ia bermimpi seorang śramaṇa mengajarinya melafalkan seribu kali Sūtra Avalokiteśvara Penolong Kehidupan 《救生觀世音經》, yang berisi nama-nama Buddha. Sūtra inilah, menurut Tao-hsüan, yang dikenal sebagai Kao﹣wang kuan﹣shih﹣yin ching di kemudian hari. Teks tersebut tampaknya cukup pendek sebab Sun baru melafalkan seratus kali ketika matahari terbit, namun bisa menyelesaikan sisanya dalam perjalanan dibawa ke tempat eksekusi.

Kitab Suci KO-ÔNG KOAN-SÈ-IM KENG

Peninggalan-peninggalan arkeologis berupa prasasti-prasasti, yang banyak ditemukan di Cina Utara, memang membuktikan bahwa versi awal Kao﹣wang kuan﹣shih﹣yin ching jauh lebih singkat daripada versi yang beredar sekarang. (Versi awal hanya berisi nama-nama Buddha dan berhenti sampai pada syair “yānīdha”.) Salah satu prasasti yang tertua misalnya yang ditemukan di Kabupaten Yü-chou 禹州, Provinsi Ho-nan, dan bertarikh tahun ke-8 Wu-ting 武定 (550 M) dari Dinasti Wei Timur. Dalam prasasti yang dipahat hanya berselang belasan tahun sejak munculnya apokrifum kita ini, syair “yānīdha” bahkan sudah sedemikian diselewengkan. Judul apokrifum kita, seperti dalam cerita Tao-hsüan, mula-mula juga belum stabil. Versi yang termuat di Tripiṭaka batu Fang-shan yang terkenal (F. vol. 1 № 16) berjudul Ta-wang kuan-shih-yin ching 《大王觀世音經》. Akhirnya kita tampilkan pula untuk perbandingan di bawah ini prasasti indah yang dipahat sekitar zaman T’ang, yang kini menjadi koleksi Sackler yang tersimpan di Universitas Columbia, AS.

Koleksi Sackler yang tersimpan di Universitas Columbia, AS
Detail muka verso
Penyelewengan syair “yānīdha” dalam berbagai versi awal Kao﹣wang kuan﹣shih﹣yin ching












《除恐災患經》
Sūtra Penolak Ketakutan, Bencana, dan Derita
(T. № 744)






乞伏秦 沙門釋聖堅 譯
Diterjemahkan oleh Śramaṇa Shih Shêng-chien
pada masa Dinasti Ch’i-fu Ch’in






  1. 聞如是。
    Demikianlah yang telah kudengar:



  2. 一時,佛遊王舍城,竹林精舍,與四部弟子大眾俱會,說上妙法。
    Pada suatu ketika Buddha melawat di Kota Griya Raja (Rājagr̥ha), di Ārāma Hutan Bambu, bersamuh bersama dengan kumpulan besar empat kelompok siswa (catuṣ pariṣad) untuk membabarkan Dharma yang menakjubkan.



  3. 爾時,維耶離國癘氣疫疾,威猛赫赫猶如熾火。死亡無數,無所歸趣,無方療救。
    Pada saat itu di Negeri Vaiśālī hawa pagebluk mewabah, bersimaharajalela dengan ganasnya bagaikan api yang berkobar. Yang tewas tiada terhitung, tiada tempat untuk berlindung, tiada kiat pengobatan yang menolong.

    國王、大臣、長者、居士、婆羅門集會博議:「國遭災患,非邪所摧,疫火所燒,死亡無數。當以何誼,設何方便,以除災害?」
    Raja negeri, menteri besar, perumahtangga, kepala kaum, dan brāhmaṇa pun berhimpun untuk bertukar pendapat: “Negeri kita sedang menghadapi bencana dan derita, terluluh-lantakkan abnormalitas, terbakar api wabah sehingga yang tewas tiada terhitung. Harus dengan sikap apa, menerapkan upaya apa untuk menolak kecelakaan bencana ini?”

    婆羅門議言:「當於諸城門設祠祀壇。」
    Brāhmaṇa-brāhmaṇa berpendapat: “Di semua gerbang-gerbang kota haruslah kita dirikan mezbah pengurbanan.”

    或有議言:「當於城中四衢路頭,立大祠祀,禳却害氣。」
    Ada yang berpendapat: “Di hulu setiap perempatan jalan di kota haruslah kita siapkan kurban sesajian besar untuk mengusir hawa celaka.”

    或有議言:「當用白馬、白駝、白牛、白羊、白雞、白狗——種種百頭,而以祠祀,鎮厭解除,以禳却之。」
    Ada yang berpendapat: “Haruslah menggunakan kuda putih, unta putih, sapi putih, domba putih, ayam putih, anjing putih — segala jenis seratus ekor, yang dikurbankan untuk meredakan, menekan, mengurai, dan menolaknya, sebagai tindak pengusiran.”



    TAMPILNYA TOMARA, SANG GR̥HAPATI
    (4–11)



  4. 時,眾會中有一長者,名曰彈尼(晉言:才明),奉佛五戒,修行十善,為清信士,諦證道迹。
    Kalakian dalam persamuhan kumpulan itu terdapatlah satu perumahtangga bernama Tan-ni (dalam bahasa Cina: ‘Alim Berbakat’) yang menjunjung Lima Śīla Buddhis dan mengembangkan sepuluh kebaikan, yang menjadi seorang berkeyakinan jernih (upāsaka) dan merealisasikan dengan sebenarnya penapakan Jalan¹.

    時,發議曰:「唯聽所言!國遭災患,死亡無數;如仁等議,害生救命,豈得然乎?以先世時所行不善,今遭斯厄。當設方便以善禳惡,永與苦別。如何反倒行害求安?長夜受苦,無有出期。」
    Ia pun menguncarkan pendapat: “Kiranya dengarkanlah apa yang kukatakan! Negeri kita sedang menghadapi bencana dan derita, yang tewas tiada terhitung; sebagaimana pendapat anda sekalian, apabila untuk menolong nyawa kita mencelakaï hidup [makhluk lain], mungkinkah hal itu dapat terjadi? Karena ketidakbaikan yang kita praktikkan waktu kehidupan sebelumnya, kini kita menghadapi kesengsaraan. Seharusnyalah diterapkan upaya dengan kebaikan mengusir kejahatan, agar terpisah dari penderitaan selamanya. Bagaimana bisa kita sebaliknya membuat kecelakaan untuk memohon keselamatan? Melewati malam-malam panjang (dīrgharātra) kita malah akan menerima penderitaan tanpa ada harapan keluar.”



  5. 時,諸大會問才明曰:「當設何誼?」
    Maka segala di persamuhan besar itu bertanya kepada Alim Berbakat: “[Jadi,] harus mengambil sikap apa?”



  6. 才明對曰:「世有大怙,三千世界天人之師,一切覆護,慈愍眾生,號曰為佛,獨步三界。若能降致光臨國者,災害可除。」
    Alim Berbakat menyahut: “Di dunia ini ada seorang pengayom agung, guru para dewa dan manusia di trisahasra-mahāsahasra-lokadhātu, penjaga yang menaungi segalanya, yang berkasih–sayang kepada semua makhluk, digelari sebagai Buddha, dan melangkah sendirian di tribuana. Jikalau kita sanggup menurunkan seri [kebesaran]-Nya singgah ke negeri kita, kecelakaan bencana ini bolehlah tertolakkan.”

    大眾聞之,皆然其議,莫不稱善。
    Demi mendengarnya, kumpulan besar itu semua menyetujui pendapatnya dan tiada yang tidak memujinya.



  7. 才明又曰:「佛無數劫修治六度:布施無限國城、財寶、象馬、車乘、頭目、髓腦、肌體、妻子,戒,忍,精進,一心,智慧。每生自尅不可計量。以求佛道——不為己身,但為眾生——救濟危厄,消除眾患:生、老、病、死、地獄、鬼神、畜生之苦。今成佛道,順其本誓,周行濟救,授甘露藥,消除眾生今世、後世苦毒之患,永令獲安。」
    Alim Berbakat lanjut berujar: “Selama berkalpa-kalpa yang tiada terhitung, Buddha telah mengembangkan enam keseberangan (ṣat pāramitā): mendermakan tak terbatas negara dan kota, harta dan kekayaan, gajah dan kuda, kereta dan kendaraan, kepala dan mata, sumsum dan otak, daging dan anggota badan, bini dan anak; [membina] moralitas, kesabaran, semangat, pemusatan batin, dan kebijaksanaan. Dalam setiap kelahiran, pengontrolan diri-Nya tidaklah terperkirakan. Karena mencari Kebuddhaan — bukan demi dirinya sendiri, semata-mata demi semua makhluk — Ia menolong dan membantu di dalam bahaya dan kesengsaraan; menghapus dan menolak segala derita kelahiran, ketuaan, kesakitan, kematian, kepahitan alam neraka, alam setan, dan alam binatang. Kini sesudah meraih Kebuddhaan, sejalan dengan komitmen asasi-Nya, Ia berkelana membantu dan menolong ke sekeliling, memberikan obat amerta, menghapus dan menolak racun derita semua makhluk di dunia sekarang dan dunia akan datang, agar selamanya beroleh keselamatan.”



  8. 眾會咸曰:「如仁所言,甚誠大快!佛在王舍;阿闍世王與吾國嫌,豈當聽佛來至此耶?」
    Persamuhan kumpulan itu seluruhnya berujar: “Apa yang anda katakan sangat benar-benar menggirangkan! [Akan tetapi,] Buddha berada di Griya Raja; Raja Ajātaśatru yang sebal dengan negeri kita bagaimana mungkin mengizinkan Buddha datang kemari?”

    或復有言:「儻聽佛來。」
    Ada lagi yang berkata: “Seandainya diizinkan Buddha datang.”



  9. 時,才明曰:「佛興出世,救眾生苦,猶如虛空,無所罣礙——誰能制止?猶如日光,萬物萌生,莫不蒙育!佛憐國厄,必來無疑。但遣重使,貢遺琦珍,溫辭雅謝,詣阿闍世;又別歸佛,委命酸切。
    Maka Alim Berbakat berujar: “Manakala seorang Buddha muncul di dunia, pertolongan-Nya atas penderitaan semua makhluk bagaikan angkasa yang tiada terhambat — siapakah yang sanggup menghentikan-Nya? Bagaikan cahaya mentari yang menyemikan kehidupan aneka benda, tiada yang terluput dari asuhan-Nya! Buddha, yang mengibaï kesengsaraan negeri kita, tentu akan datang tanpa ragu. Utuslah saja seorang duta yang berbobot, upetikan barang-barang berharga dan, dengan ungkapan yang hangat dan salam yang elegan, hampirilah Ajātaśatru; juga berlindunglah secara khusus kepada Buddha, percayakan nyawamu dengan pilu.

    心雖懷嫌,信使賢重、貢遺妙寶、詞理柔軟,事無不泰。自古以來,隣國不恊,還相侵叛,皆由明使、名寶重貢、軟詞遜順,而得和恊。」
    Kendati hatinya menyimpan kesebalan, berkat kepercayaan [Ajātaśatru] akan bobot kebajikan sang duta, akan harta berharga yang diupetikannya, akan rasionalitas kata-katanya yang lemah lembut, perkara ini mustahil takkan berhasil. Sejak dahulu kala negeri-negeri bertetangga yang tidak akur, saling membinasakan, dan khianat pun, berkat duta yang alim, upeti berharga harta termasyhur, kata-kata yang lembut dan merendah, akhirnya dapat berdamai semua.”

    展轉相謂,思誰任使。
    Mulaïlah mereka saling menyebutkan siapa yang mereka pikir akan bertanggungjawab sebagai duta.



  10. 爾時,大眾國王、大臣、長者、居士,皆同意言:「唯清信士長者才明是佛弟子,可以為使,往行請佛。所以者何?先眾開建請佛之議。」
    Pada saat itu kumpulan besar dengan raja negeri, menteri besar, perumahtangga, dan kepala kaum tersebut pun bersepakat semua dan berkata: “Hanya sang upāsaka, Perumahtangga Alim Berbakat, yang merupakan siswa Buddha, yang boleh dijadikan duta dan berangkat mengundang Buddha. Mengapa demikian? Karena sebelumnya di kumpulan ini ia telah membuka pendapat untuk mengundang Buddha.”

    便告才明:「唯仁可往,詣王舍國,與王相問,求請佛來。」
    Lalu diberitahukanlah Alim Berbakat: “Hanya anda yang boleh berangkat menghampiri Negeri Griya Raja, saling bertanya kabar dengan rajanya, dan bermohon untuk mengundang Buddha.”



  11. 爾時,才明受使欲往。
    Pada saat itu Alim Berbakat menerima kedutaan dan hendak berangkat.

    於時,大眾皆起退坐,向佛方面,叉手長跪,五體投地,以頂禮佛,跪告才明:「佛天中天,慈、悲、喜、護,加於群生,唯憐鄙國遭遇大患——疾病死亡,猶猛野火焚燒草木——普遭困厄。幸佛世尊猶冥求曉,寒願朝陽,渴暑陰飲,病追良醫,迷者求導。唯願世尊垂降救濟,授甘露法,令得穌息。」
    Tatkala itu semua dalam kumpulan besar tersebut pun bangkit dari duduknya, menghadap ke arah Buddha, berañjali dan berlutut dan, dengan lima anggota badan meniarap ke tanah, bernamaskāra kepada Buddha. Seraya berlutut mereka memberitahu Alim Berbakat: “Buddha, sang Devātideva, yang kesayangan, keasihan, simpati, dan penjagaan-Nya dicurahkan kepada semua makhluk, kiranya mengibaï negeri hina yang sedang menghadapi derita besar — di mana yang sakit dan mati bagaikan rerumputan dan pepohonan yang terbakar api liar dengan ganasnya — dan terkungkung kesengsaraan ini. Pintalah kepada Buddha, sang Bhagavan, seperti di dalam gelap mencari terang, seperti orang kedinginan menyongsong teja pagi, seperti yang dahaga dan kepanasan terhadap keteduhan dan minuman, seperti pasien mengejar tabib yang baik, seperti yang tersesat berusaha mencari pemandu. Kiranya Bhagavan menganugerahkan pertolongan dan bantuan, memberikan amr̥tadharma, agar kita mendapat kelegaan.”



    PENGHADAPAN RAJA AJĀTAŚATRU
    (12–15)



  12. 於是,才明受命為使,詣羅閱祇
    Di sini Alim Berbakat mengambil mandat sebagai duta dan menghampiri Rājagr̥ha.

    涉路徑,達到王舍城,詣門求通書命、貢遺。
    Sesudah menempuh rute perjalanan dan sampai Kota Griya Raja, ia menghampiri gerbangnya, lalu bermohon untuk mengantarkan mandat tertulis dan upeti.

    時,王聽現。
    Maka raja [Ajātaśatru] pun mengizinkannya untuk tampil.



  13. 才明啟言:「奉使詣國,前雖不和,無他重隙。故先致虔,除前不恊,俱綏萬民。
    Alim Berbakat melapor: “Mengemban kedutaan, saya menghampiri negeri Baginda yang, meskipun sejak dahulu tidak berdamai, namun juga tiada keretakan berat lain [dengan negeri kami]. Oleh karena itu, sebelumnya dengan tulus, marilah kita singkirkan ketidakakuran terdahulu, demi bersama-sama menenteramkan rakyat kita.

    佛興於世,大慈普覆;國有重患,因命請佛。唯願!大王。勸佛迴光,顧臨鄙國,救濟災患,冀蒙神祐。」
    Manakala seorang Buddha muncul di dunia, kesayangan agung-Nya menaungi semesta; di negeri kami ada derita hebat dan, syahdan, saya dimandati untuk mengundang Buddha. Mohon kiranya, Mahārāja! Bujuklah Buddha agar memalingkan seri [kebesaran]-Nya dan acuh singgah ke negeri kami yang hina, demi menolong dan membantu dari derita bencana, sebab kami berharap menerima pelindungan spiritual-Nya.”



  14. 王默思惟:「適欲留佛,令不出國,無理得爾,非力所制。佛以大慈普許十方,等視憎愛,救濟為務。以是之故,不可留之。」
    Raja diam menimbang: “Andaikan aku hendak mencegat Buddha agar tidak ke luar negeri, maka tiada alasan untuk dapat demikian, sebab bukan oleh kekuatan apa pun Ia tersetir. Dengan kesayangan agung yang dibaktikan ke sepuluh penjuru, Buddha memandang setara kebencian dan kecintaan, memberikan pertolongan dan bantuan sebagai urusan-Nya. Karena hal inilah tidak bisa Ia dicegat.”

    便告才明:「可詣佛所,宣遺國命。」
    Lalu diberitahunya Alim Berbakat: “Bolehlah engkau menghampiri tempat Buddha dan membeberkan apa yang dimandatkan negerimu.”

    於是,才明辭,詣竹林。
    Di sini Alim Berbakat berpamitan dan menghampiri Hutan Bambu.



  15. 行到精舍,見佛世尊,盡虔禮敬,五體投地,右遶三匝。長跪叉手,而白佛言:「維耶離國諸王、大臣、長者、居士遙禮佛足。唯天中天普慈眾生,莫不蒙濟!鄙國遭厄;唯願世尊垂恩降光,憐愍苦厄,令得穌息。」
    Berjalan sampai di ārāma, berjumpalah ia dengan Buddha, sang Bhagavan, dan diberinya hormat segenap ketulusan dengan lima anggota badan meniarap ke tanah, kemudian dikelilinginya tiga kitaran ke kanan. Seraya berlutut dan berañjali, ia berkata kepada Buddha: “Para raja, menteri besar, perumahtangga, dan kepala kaum di Vaiśālī menyembah kaki-Mu, Buddha, dari kejauhan. Kiranya sang Devātideva menyayangi semesta makhluk hidup agar jangan terluput dari bantuan-Nya! Negeri kami yang hina sedang menghadapi kesengsaraan; mohon kiranya Bhagavan menganugerahkan budi, menurunkan seri [kebesaran], dan mengibaï penderitaan dan kesengsaraan kami, agar kami mendapat kelegaan.”

    時,佛默然許其所請。
    Maka Buddha diam meluluskan undangannya.

    才明見佛受請許往,歡喜無量。
    Melihat bahwa Buddha menerima undangan dan meluluskan untuk berangkat, Alim Berbakat pun bersukacita tak terukur.



    UNDANGAN AGAR BUDDHA BERDIAM DI ISTANA SEMENTARA PERSIAPAN PERJALANAN-NYA DIKERJAKAN
    (16–23)



  16. 時,王舍國境內神祇、天、龍、鬼神,知佛受請當詣他國,莫不躁動,慘然不悅。
    Kalakian segala roh penunggu, dewa, naga, dan hantu yaksa dalam ranah Negeri Griya Raja mengetahui bahwa Buddha menerima undangan dan akan menghampiri negeri lain, sehingga tiada yang tidak merasa resah, kesal, dan tidak senang.

    便現感應,語其國王阿闍世曰:「大王如何安然無憂?於今不久,當違離佛,猶如嬰兒失其二親,喻行曠路斷失水漿,譬如猛寒亡失衣裳。今佛當行,國失恃怙,其喻如是。」
    Mereka lalu menampilkan kegaibannya dan berucap kepada raja negeri itu, Ajātaśatru: “Bagaimanakah Mahārāja dapat merasa tenteram dan tidak bersedih? Tak lama dari sekarang kita akan tercerai dengan Buddha bagaikan anak bayi kehilangan kedua orangtua, umpama berpergian melalui rute belantara terpotong dari air minum, ibarat dalam dingin ganas keraiban baju atasan dan bawahan. Kini Buddha akan bepergian; negeri kita kehilangan pengayom andalan seumpama hal-hal tersebut di atas.”



  17. 王聞神祇降應說是,情即愴然,甚懷愁苦,默然思惟:「眾生頑愚,志性鈍濁,今離世尊;安從復得智慧之礪,磨瑩鈍心?誰當濟其塵勞重愆、宿世重責?誰當誨除一切眾生重罪令輕?吾等久在生死牢獄,重關所閉;誰當復以正法之鑰,開生死獄重關牢閉?吾等普為勞垢、盛陽暑熱所炙;安從復得佛清涼教月精明珠,消除炎熱?」
    Mendengar roh-roh penunggu yang menurunkan kegaiban berucap demikian, emosi raja pun termasygulkan. Ia sangat merasa khawatir dan getir, lalu menimbang dalam diam: “Makhluk-makhluk yang degil dan bodoh, yang wataknya tumpul dan keruh, kini tercerai dengan Bhagavan; bagaimana bisa lagi mereka dapat pengasah kebijaksanaan untuk menyerudi batin mereka yang tumpul? Siapakah yang akan membantu mereka dalam beratnya kesalahan dari perepot kedebuan² (kleśa), dalam beratnya tanggungan dari kehidupan lampau? Siapakah yang akan menasihatkan untuk menolak segala dosa berat makhluk hidup agar menjadi ringan? Telah lama kita berada dalam penjara kelahiran dan kematian (saṃsāra), terkurung oleh gerbang berlapis-lapis; siapa lagi dengan anak kunci Saddharma akan membuka kurungan gerbang berlapis dari penjara saṃsāra? Sekalian kita ternodaï oleh perepot, terpanggang terik panas ketejaannya; bagaimana bisa lagi kita dapat mutiara candrakānta Ajaran Menyejukkan Buddha, yang menghapus dan menolak panas bermarak?”



  18. 王即勅嚴駕,出詣佛所,稽首佛足,右遶三匝,却坐常位。
    Raja pun memerintah agar wahana diperhiaskan, dan keluarlah ia menghampiri tempat Buddha. Ia bersujud di kaki Buddha, mengelilingi-Nya tiga kitaran ke kanan, kemudian duduk di tempat biasanya.

    時,佛為王說正法化,初、中、竟善,淨身、口、意,清淨微妙。
    Maka demi raja Buddha membabarkan ajaran Saddharma, yang indah di awal, pertengahan, dan akhirnya; yang memurnikan jasmani, ucapan, dan pikiran; yang jernih, halus, dan menakjubkan.

    王心歡喜,叉手白佛:「頃維耶離使請世尊,承已許往。心甚懷慘,無方留尊。唯垂矜愍,特受鄙請,住宮三月。」
    Hati raja bersukacita dan dengan berañjali ia berkata kepada Buddha: “Baru saja utusan Vaiśālī datang mengundang dan, begitu mendengarnya, Bhagavan meluluskan untuk berangkat. Hatiku sangat merasa kesal, namun tiada kiat untuk mencegat Bhagavan. Kiranya anugerahkanlah belaskasihan: terimalah secara istimewa undangan hinaku untuk tinggal di istana tiga bulan.”



  19. 佛告王言:「眾生可傷,若住三月,何時當周眾苦厄者?吾無數劫苦身求道;為眾生故,願欲成佛,以甘露藥施於眾生。今願已成,猶如有人合和神藥,欲救眾患。值遇病者,違其本誓而不授與,則非良醫。若在江側,見漂流人,不往救度,非賢士宜。若於曠野,見失路者,不示正道,是則非仁。吾以大慈普愍眾生,故遊諸國、縣邑、村落,救濟眾苦,賦甘露藥,無恃者恃,無歸者歸。」
    Buddha memberitahu raja: “Makhluk hidup patutlah dikasihani; jikalau Aku tinggal tiga bulan, bilakah akan Kusantuni mereka yang menderita dan sengsara? Selama berkalpa-kalpa yang tiada terhitung, Aku bersusah diri mencari Jalan; demi semua makhluk, telah Kutekadkan hendak meraih Kebuddhaan untuk mendermakan obat amerta bagi semua makhluk. Kini setelah tekad-Ku teraih, bagaikan seorang peramu yang meracik obat ajaib, Aku hendak menolong segala derita. [Akan tetapi, ketika] menemukan orang sakit, bertentangan dengan komitmen asasi-Ku justru tidak Kuberikan, maka Aku bukanlah tabib yang baik. Jikalau di pinggir sungai menampak orang hanyut terombang-ambing namun tidak berangkat menolong untuk menyelamatkannya, itu bukanlah kepatutan insan yang arif (satpuruṣa); jikalau di padang belantara berjumpa orang tersesat namun tidak menunjukinya jalur yang benar, maka ia bukanlah insan pengasih. Karena mengibaï semesta makhluk hidup dengan kesayangan agung, Aku melawati segala negeri, kota, dan desa; menolong dari segala penderitaan; mengaruniakan obat amerta; menjadi pengayom mereka yang tanpa pengayoman; menjadi pelindung mereka yang tanpa perlindungan.”



  20. 王重白佛:「唯垂慈恩,許受二月。」
    Raja ulang berkata kepada Buddha: “Kiranya anugerahkanlah budi penyayang-Mu, luluskanlah menerima untuk dua bulan.”

    佛故不許。
    Buddha masih tidak meluluskannya.

    王重慇懃,長跪叉手,垂泣白言:「命難可保,猶露然燈,遇無常風,奄忽便滅。今與佛別,何時當復更覩尊顏?幸受二月。」
    Raja ulang bersungguh-sungguh, berlutut sambil berañjali, dan berkata dengan berlinang air mata: “Nyawa sukarlah dipertahankan bagai pelita tersulut yang telanjang: apabila bertemu angin ketidakkekalan, dalam sekejap lalu padam. Kini kami berpisah dengan Buddha; bilakah lagi akan kami lihat kembali wajah Bhagavan? Kami pinta terimalah untuk dua bulan.”

    佛重不許。
    Buddha ulang tidak meluluskannya.

    王便投身於佛足下:「唯願世尊特加大慈與弟子眾,許住一月。」
    Raja lalu meniarapkan tubuhnya di bawah kaki Buddha: “Mohon kiranya Bhagavan secara istimewa mencurahkan kesayangan agung bagi kumpulan siswa-Nya dan meluluskan untuk tinggal satu bulan.”

    世尊不忍,即便許受。
    Tidak tahan Bhagavan pun lalu meluluskan untuk menerimanya.



  21. 王便還起,心悅懷敬,遶佛三匝,禮辭還宮。勅厨饌具百味之飯、極令精好、鮮甘香潔。宮裏張施繒綵、幡蓋、雜寶、床机、綩綖、坐具,掃除繕治,香汁灑地——眾事辦畢。
    Raja lalu berbangkit semula, dengan senang hati dan merasa takzim mengelilingi Buddha tiga kitaran, bersalam pamit, dan pulang ke istana. Diperintahnya dapur supaya meransum santapan ratusan rasa dengan teramat cermat dan menarik, dengan [bahan-bahan] segar, manis, harum, dan bersih. Di dalam istana dibuka–tutupnya kain-kain sutera warna-warni, panji dan kanopi, rampaian permata, dipan dan meja, kur dan rumbai, serta perlengkapan duduk; disapu, disingkirkan, diperbaiki, diaturnya, dipercikinya lantainya dengan wewangian — segala perkara siap terselesaikannya.

    明日時至,王於正殿,遙向世尊,燒香長跪:「佛天中天,聖達知時。願與聖眾迴降神光,到宮蔬食。」
    Keesokan harinya, ketika waktunya tiba, di balairung³ raja menghadap Bhagavan dari kejauhan, membakar dupa, dan berlutut: “Buddha ialah sang Devātideva; Yang Suci tahu menyeluruh akan waktunya. Kiranya Ia beserta saṅgha para suci memalingkan seri [kebesaran] spiritual-Nya dan sampai ke istana untuk makan sederhana.”



  22. 於時,世尊勅諸弟子,法服執器,行詣王請。
    Tatkala itu Bhagavan memerintah para siswa-Nya mengenakan jubah Dharma dan memegang mangkuk, lalu berjalan menghadiri undangan raja.

    佛與聖眾俱至王宮。王即盡虔,花香伎樂,宮門迎佛,入各就坐。王自行水,周遍聖眾,手自斟酌百味飯食,鮮潔香甘,一切平等。
    Buddha beserta saṅgha para suci tiba bersama-sama di istana raja. Raja pun menyambut segenap ketulusan, dengan bunga, dupa, nyanyian, dan musik, di pintu istana agar Buddha masuk, dan masing-masing lantas duduk. Raja sendiri mengedarkan air [basuhan], berkeliling di antara saṅgha para suci, dengan tangannya menyendokkan sendiri santapan ratusan rasa yang segar, manis, harum, dan bersih, bagi semua samarata.

    日日供養飯食、臥具、疾藥所須。令勅外宮,治填道路,種植街樹。七行街路乃至江水,頓息帳幔及床座具;嚴飾幡蓋,猶如天街。更新造作五百七寶蓋。
    Hari demi hari dipersembahkannya makanan, perlengkapan tidur, dan obat-obatan yang diperlukan. Diperintahnya di luar istana supaya mengatur dan menambal ruas-ruas rute [menuju Vaiśālī], serta menanaminya dengan pepohonan jalanan. Rute yang akan ditempuh dalam tujuh etape hingga sungai [Gaṅgā] itu dilengkapi [di tiap antaranya] dengan tempat duduk dipan berkelambu untuk istirahat sejenak; dihiasi pula dengan panji-panji dan kanopi bagaikan jalan surgawi. Kembali ditambahkannya lima ratus kanopi saptaratna yang baru dibuat.



    Persiapan Orang-Orang Licchavi



  23. 維耶離國聞佛當至,亦復平治七行階路,種植行樹,帳幔床座。
    Mendengar bahwa Buddha akan tiba, Negeri Vaiśālī juga meratakan dan mengaturkan lagi [dalam wilayahnya sendiri] rute yang akan ditempuh dalam tujuh etape, menanamkan barisan pepohonan, melengkapkan dengan tempat duduk dipan berkelambu.

    國王、大臣、長者、居士,各從大眾,出國迎佛。
    Raja negeri, menteri besar, perumahtangga, dan kepala kaum, masing-masing bergabung dengan kumpulan besar dan keluar dari negerinya untuk menyambut Buddha.






    Dari Rājagṛha ke Tepi Sungai Gaṅgā

    PENDERMAAN DUA RIBU LIMA RATUS KANOPI
    (24–38)



  24. 一月期滿,佛與聖眾出宮臨路。
    Manakala jangka satu bulan purna, Buddha beserta saṅgha para suci pun keluar istana untuk menyinggahi rute [menuju Vaiśālī].

    王從大眾,以花散佛,周遍覆地。大眾來集,猶秋水漲投於大海。白明月珠校七寶蓋,王以恭敬手執奉上,以覆世尊。
    Raja [Ajātaśatru] bergabung dengan kumpulan besar menaburkan bebungaan bagi Buddha hingga merata menutupi tanah. Kumpulan besar datang berhimpun bagai air musim gugur berduyun-duyun mengisi mahāsamudra. Dengan kanopi saptaratna bertatah mutiara candrakānta yang cemerlang, di tangannya dengan takzim raja memegangnya, menjunjung dan menaungkannya bagi Bhagavan.




  1. 佛與大眾尋路而行,至江水側。
    Buddha beserta kumpulan besar itu berjalan menelusuri rute dan tiba di pinggir sungai [Gaṅgā].

    時,王上佛五百七寶蓋;大海龍王亦復敬奉五百七寶蓋;恒水諸龍亦俱上佛五百七寶蓋。
    Kalakian raja menaikkan bagi Buddha lima ratus kanopi saptaratna; raja naga dari mahāsamudra juga menghaturkan lagi dengan takzim lima ratus kanopi saptaratna; para naga dari Sungai Gaṅgā pun bersama-sama menaikkan bagi Buddha lima ratus kanopi saptaratna.

    時,天帝釋將諸天眾,亦復獻佛五百七寶蓋。
    Kalakian penguasa para dewa (devendra), Śakra, memimpin kumpulan dewa dan mempersembahkan lagi bagi Buddha lima ratus kanopi saptaratna.



  2. 時,維耶離大眾迎者,服飾嚴麗。青馬、青車、青蓋、青幡,服飾皆青;赤馬、赤車,服飾皆赤;黃馬、黃車,服飾皆黃;白馬、白車,服飾皆白;黑馬、黑車,服飾皆黑;色色部別,將從無數。
    Kalakian kumpulan besar yang menyambut dari Vaiśālī berhiasan dengan eloknya dalam apa yang mereka kenakan. Mereka yang kudanya biru, keretanya biru, kanopinya biru, panjinya biru, mengenakan hiasan serba biru; mereka yang kudanya merah, keretanya merah, mengenakan hiasan serba merah; mereka yang kudanya kuning, keretanya kuning, mengenakan hiasan serba kuning; mereka yang kudanya putih, keretanya putih, mengenakan hiasan serba putih; mereka yang kudanya hitam, keretanya hitam, mengenakan hiasan serba hitam; dalam warna-warni yang membedakan bagiannya, mereka memimpin pengikut-pengikut tak terhitung.

    佛遙見之,告諸弟子:「欲知天帝出遊觀時威儀,如是!」
    Buddha menampaknya dari kejauhan dan memberitahu para siswa-Nya: “Apabila hendak kalian ketahui bagaimana adab penguasa para dewa saat keluar melawat dan meninjau, seperti inilah!”



  3. 維耶離國奉迎上佛五百七寶蓋,各以其蓋,前至佛所。
    Dari Negeri Vaiśālī, yang menghaturkan penyambutan dan menaikkan bagi Buddha lima ratus kanopi saptaratna, masing-masing dengan kanopinya maju ke tempat Buddha.

    各白佛言:「佛天中天,普世覆蓋,願受蓋施。」
    Masing-masing berkata kepada Buddha: “Ya Buddha, sang Devātideva, yang menaungi semesta dunia, mohon terimalah derma kanopi ini.”

    佛受其施,餘留一蓋。
    Buddha menerima derma mereka, namun menyisihkan satu kanopi.



  4. 時,諸大眾心各懷疑:「不審為是宿世積德行善之報,海龍、恒龍、忉利天帝、維耶離國、羅閱祇王,各各奉上七寶妙蓋,同時俱會?又疑何故不受一蓋?」
    Kalakian semua dalam kumpulan besar itu masing-masing merasa bimbang dalam hatinya: “Entahkah akibat dari kebaikan yang Ia praktikkan dan kualitas yang Ia kumpulkan di kehidupan lampau-Nya sehingga naga-naga samudra, naga-naga Gaṅgā, penguasa dewa-dewa Trāyastriṃśa, senegeri Vaiśālī, raja Rājagr̥ha, masing-masing menghaturi-Nya kanopi saptaratna dan secara serentak bersamuh bersama? Juga kita bimbang mengapa Ia tidak menerima satu kanopi?”



  5. 於是,阿難知眾懷疑,長跪叉手,前白佛言:「唯!天中天。大眾並疑今日何緣有是二千五百七寶寶蓋,同時俱至,奉上世尊。為是前世善本報乎?今現福耶?唯願世尊決一切疑。」
    Di sini, mengetahui bahwa kumpulan tersebut menyimpan kebimbangan, Ānanda pun berlutut sambil berañjali, dan maju berkata kepada Buddha: “Ya Devātideva! Kumpulan besar ini seluruhnya bimbang apakah musababnya hari ini ada dua ribu lima ratus kanopi saptaratna yang secara serentak tiba bersama dan dihaturkan bagi Bhagavan. Apakah akibat dari akar kebaikan-Nya di kehidupan terdahulu? ataukah jasa-jasa-Nya yang sekarang? Mohon kiranya Bhagavan memutus segala kebimbangan.”



    Kejadian di Masa Lampau



  6. 佛告阿難:「一心專聽!今當決除汝等所疑。乃往過去無央數劫時,有轉輪聖王,名曰摩調(晉言:大天),典主四域。王有千子,七寶導從。王末少子,見其父王七寶御蓋,還問母曰:『我當何時得服此蓋,以自光飾?』
    Buddha memberitahu Ānanda: “Sepenuh hati dengarkanlah dengan intens! Kini akan Kusingkirkan apa yang engkau sekalian bimbangkan. Bahwasanya beranjak ke masa lalu, melewati berkalpa-kalpa yang takkan kena terhitung, terdapatlah seorang raja suci pemutar roda (cakravartin) bernama Mahādeva (dalam bahasa Cina: ‘Dewa Agung’) yang menuani empat jajahan. Raja memiliki seribu putra, dan dengan tujuh pusaka memandu pengikutnya. Putra muda raja yang terakhir, demi dilihatnya kanopi saptaratna ayahnya, sang raja, pulang bertanya kepada ibunya: ‘Bilakah aku akan dapat mengenakan kanopi ini sebagai hiasan semarakku?’

    母言:『唯!子。王千子中,汝最末小。若無大王,太子承嗣;若太子崩,以次承繼,展轉千子。汝骨朽腐,未央得蓋。』
    Ibunya berkata: ‘Wahai anakku! Di antara seribu putra raja, engkau adalah si kecil yang paling akhir. Jikalau Mahārāja tiada, pangeran mahkotalah yang akan mewarisinya; jikalau pangeran mahkota mangkat, sesuai urutan penerusannya akan bergulir ke antara seribu putra. [Bahkan hingga] tulang-tulangmu membusuk, belumlah kena kaudapat kanopi itu.’

    重問母曰:『無蓋望耶?因聞有死,形骸當朽,宿福追逮,悚然心恐。唯人生世,必當有死;因報母曰:唯願見聽捨家學道。』
    Ulang ditanyaïnya ibunya: ‘Tiadakah harapan akan kanopi itu? Sebab mendengar bahwa kematian itu ada, bahwa wujud dan kerangka akan membusuk, bahwa jasa-jasa lampau berkejaran untuk kita cakup [habiskan], kengerian menggentarkan hatiku. Sesungguhnya manusia yang terlahir di dunia tentu akan mengalami kematian; oleh sebab itu, kuutarakan kepada ibunda: mohon kiranya mengizinkanku meninggalkan rumahtangga untuk mempelajari Jalan.’

    母甚愍傷,不違其願。母告之曰:『聽汝捨家。若卿道成,要還見吾,爾乃相聽。』
    Ibunya sangat kasihan dan tidak menentang tekadnya. Ibunya memberitahunya: ‘Kuizinkan engkau meninggalkan rumahtangga. Apabila di dalam Jalan ananda berhasil (=mencapai Pencerahan), maulah pulang menjumpaïku — dengan begitu barulah akan kuizinkan.’

    對曰:『如勅,道成當還。』
    Sahutnya: ‘Sesuai perintah, jikalau Jalanku berhasil, aku akan pulang.’



  7. 「即詣林藪,除剃鬚髮,被著法服,靜處勤修,精進不懈,竭盡塵勞,成緣覺道。
    “Ia pun menghampiri hutan rimba, mencukur janggut dan rambutnya, mengenakan jubah Dharma, tekun berlatih di tempat hening, bersemangat tanpa malas, menguras habis perepot kedebuan², dan berhasil di dalam Jalan Pratyekabuddha.

    遊行諸國、縣邑、村落,福度眾生所種善本。
    Bepergian melawat segala negeri, kota, dan desa, diberkati dan diselamatkannya makhluk-makhluk sesuai akar kebaikan yang mereka tanam.



  8. 「忽憶母要,便上昇空,猶如鴈王,還本國宮,與母相見。
    “Tiba-tiba ia teringat akan kemauan ibunya, lalu membubung naik ke angkasa bagaikan raja angsa, dan pulang ke istana negeri asalnya untuk berjumpaan dengan ibunya.

    闔宮大小,見道士神通,莫不歡喜;王諸婇女八萬四千,共請令住。道士慈仁,不逆一切,便受其請。
    Seisi istana, besar dan kecil, menampak penembusan spiritual sang Penempuh Jalan dan tiada yang tidak bersukacita. Dayang-dayang raja sejumlah delapan laksa empat ribu sama-sama mengundangnya agar tinggal. Sang Penempuh Jalan berkasih–sayang dan tidak menampik semuanya, lalu menerima undangan tersebut.

    諸婇女輩,於宮後園為設廬屋,止宿其中。舉宮供養衣、食、床臥、疾藥所須,朝暮禮事。
    Para dayang menyediakan sebuah gubuk di taman belakang istana agar ia bermalam di sana. Seisi istana mempersembahkan jubah, makanan, perlengkapan tidur, dan obat-obatan yang diperlukan. Siang dan malam mereka menghormati dan melayaninya.



  9. 「一切世間,壯者皆老,強健必病,生者皆死。
    “Adapun segala di dunia ini yang taruna akan menua, yang kuat-bugar pasti menggering, yang terlahir semua akan meninggal.

    時,辟支佛於其宮園便捨壽命。舉宮婇女,薪油花香,供養以禮,斂骨起塔,朝暮禮拜,燒香然燈。
    Maka sang Pratyekabuddha di taman istana tersebut lalu menuntaskan usia dan nyawanya. Dayang-dayang seisi istana mempersembahkan kayu bakar, minyak, bunga, dan dupa sebagai penghormatan. Mereka mengumpulkan tulang [sisa kremasinya], mendirikan stūpa, dan memberikan penghormatan siang dan malam dengan membakar dupa dan menyalakan pelita.



  10. 「時,王大天巡四域還,臨幸後園,見有此塔,顧問侍臣:『何故有是?』
    “Kalakian Raja Dewa Agung pulang dari menginspeksi empat jajahannya dan singgah berkunjung ke taman belakang. Melihat adanya stūpa ini, dengan acuh ditanyaïnya seorang abdi pelayan: ‘Mengapa ada [stūpa] di sini?’

    婇女對曰:『此是聖王最下少子,離家學道,於此壽終,為立是塔。』
    Dayang itu menyahut: ‘Ini adalah putra muda raja suci yang paling bungsu yang, sesudah meninggalkan rumahtangga dan mempelajari Jalan, di sini tamat usianya; dan baginya stūpa ini didirikan.’

    因重發問:『是誰之子?何緣捨家?』
    Syahdan ulang diuncarkannya pertanyaan: ‘Putra siapakah? Apakah musababnya ia meninggalkan rumahtangga?’

    便召其母而問之曰:『是卿子耶?』
    Lalu dipanggilkanlah ibunya untuk ditanyaï: ‘Putramukah dia?’

    對曰:『唯爾。』
    Sahutnya: ‘Ya, begitulah.’

    又復問曰:『何緣學道?』
    Lagi ia ditanyaï: ‘Apakah musababnya ia mempelajari Jalan?’

    其母白王:『是兒往昔見王出遊,即還見問:“王七寶蓋,不審何時在我上旋?”妾便告言:“太子應繼,承嗣聖王,展轉千子。汝骨朽敗,永無蓋望。”子聞妾言,慘然畏死,求行學道。妾輒聽之,勤學道成。妾等請住,供養盡壽,建立此塔。』
    Sang ibu berkata kepada raja: ‘Dahulu, menampak raja keluar melawat, anak ini pun pulang menjumpaï sahaya dan bertanya: «Kanopi saptaratna raja entahkah kapan akan dikibarkan atasku?» — Sahaya lalu memberitahunya: «Pangeran mahkotalah yang semestinya menikmati penerusannya, sebagai waris sang raja suci, kemudian bergulir ke antara seribu putra. Hingga tulang-tulangmu hancur membusuk, selamanya tiada harapan akan kanopi itu.» — Si buyung mendengar perkataan sahaya, merasa kesal namun takut mati, dan bermohon pergi untuk mempelajari Jalan. Sahaya serta-merta mengizinkannya, dan ia tekun mempelajari hingga Jalannya berhasil. Sahaya sekalian mengundangnya untuk tinggal [di istana], mempersembahinya hingga akhir usianya, dan mendirikan stūpa ini.’

    王復問曰:『子以蓋故,行學道耶?』
    Raja bertanya lagi: ‘[Jadi,] demi kanopi, si buyung pergi mempelajari Jalan?’

    對曰:『如是。』
    Sahutnya: ‘Demikianlah.’



  11. 「王愍其子不得蓋故,學道盡壽。生不得蓋,今便以蓋覆其塔上。
    “Raja mengibaï putranya yang, karena tidak mendapat kanopi, mempelajari Jalan hingga akhir usianya. Semasa hidup tidak mendapat kanopi, maka kini dinaungilah stūpanya dengan kanopi.

    王因發願:『今以此蓋奉得道塔;緣是福報,願成佛道,濟度眾生生、老、病、死。』
    Raja syahdan menguncarkan tekad: ‘Kini kuhaturkan kanopi ini bagi stūpa Ia yang Mendapat Jalan; terkondisikan oleh akibat jasa-jasa ini, semoga aku meraih Jalan Kebuddhaan demi menolong menyeberangkan semua makhluk dari kelahiran, ketuaan, kesakitan, dan kematian.’

    王心悚然,知世非常,無免死者;因立太子承嗣聖位。王捨四域、七寶、千子、八萬四千後宮婇女,除剃鬚髮,行作沙門,靜處學道,修四淨行——慈、悲、喜、護——畢其形壽,上生梵天。」
    Hati raja ngeri, mengetahui bahwa dunia ini tidak kekal dan tiada terluput dari kematian; syahdan dengan segera pangeran mahkota diwarisinya kedudukan suci. Raja melepas empat jajahan, tujuh pusaka, seribu putra, delapan laksa empat ribu dayang mahligai; mencukur janggut dan rambutnya; pergi menjadi śramaṇa; mempelajari Jalan di tempat hening; mengembangkan empat praktik yang murni — kesayangan, keasihan, simpati, dan penjagaan — hingga selesai perwujudan dan usianya; dan naik lahir ke alam brahma.”



  12. 佛告大眾:「於卿等意,所志云何?王大天者,豈異人乎?莫造斯觀,則吾是也。時,以一蓋上緣覺塔;緣是福報,於此地上為轉輪王,不可稱數,上為天王。天上世間,受福無限;一蓋餘福,吾應於世二千五百返為轉輪王,主四天下。」
    Buddha memberitahu kumpulan besar itu: “Pada pikir anda sekalian, bagaimanakah hal yang Kukisahkan? Raja Dewa Agung mungkinkah orang yang berbeda? Janganlah beranggapan demikian, sebab ia adalah Aku sendiri. Kalakian sebuah kanopi Kunaikkan bagi stūpa sang Pratyekabuddha. Terkondisikan oleh akibat jasa-jasa tersebut, di atas bumi ini Aku menjadi raja pemutar roda; sebanyak tak dapat disebutkan kalinya Aku naik menjadi raja dewa. Sesudah di alam surga dan di dunia menerima kebahagiaan tak terbatas, sisa jasa dari sebuah kanopi itu semestinya Kunikmati dua ribu lima ratus kehidupan lagi di dunia, sebagai raja pemutar roda yang menuani empat kolong langit.



    Buddha Mengorbankan Jasa yang Seharusnya Ia Nikmati Pahalanya



  13. 阿難又問:「世尊何故不受一蓋?」
    Ānanda bertanya pula: “Mengapa Bhagavan tidak menerima satu kanopi?”



  14. 佛言:「是吾一世轉輪王福,所以捨置而不受者,以此福報,施後末世受吾法化為弟子者、學士、學女,欲令此等不乏衣、食、床臥、疾藥。
    Buddha berkata: “[Satu] jasa-Ku ini, untuk menjadi raja pemutar roda selama satu kehidupan — makanya Kuletakkan dan tidak Kuambil —, Kudedikasikan akibatnya bagi siswa-siswa yang menerima ajaran Dharma-Ku di masa akhir, baik murid maupun muridah, supaya mereka tidak kekurangan jubah, makanan, perlengkapan tidur, dan obat-obatan.

    過去諸佛,法沒盡時,其有學道,或因恐怖、或因飢窮,不得行道。正法沒盡,其有末世,於吾法化捨家學道,被服法衣,稱佛為師,畜妻養子,此等皆尚得人供養,何況精勤修奉禁戒,守淨行者,至吾法盡不得供養耶?」
    Saat sirnanya Dharma para Buddha di masa lalu, mereka yang mempelajari Jalan — entah disebabi kegentaran dan ketakutan, entah disebabi kelaparan dan kemiskinan — tidak dapat mempraktikkan Jalan. Ketika Saddharma sirna, terdapatlah masa akhir di mana mereka yang di dalam Ajaran-Ku meninggalkan rumahtangga dan mempelajari Jalan, mengenakan jubah Dharma, menyebut Buddha sebagai gurunya, akan memelihara bini dan membesarkan anak. Semuanya ini bahkan mendapat persembahan dari orang-orang; apalagi mereka yang dengan semangat berlatih menjunjung aturan Śīla dan menjaga praktik yang murni — hingga Dharma-Ku berakhir, takkankah mereka mendapat persembahan?”



    TIGA JEMBATAN
    (39–42)



  15. 羅閱祇王勅其部界,令於江上更造新橋,佛與聖眾得乘度江。
    Adapun raja Rājagr̥ha memerintah [warga di] wilayah bagiannya supaya kembali membuat jembatan baru di atas sungai, sehingga Buddha serta saṅgha para suci dapat menumpanginya untuk menyeberang sungai.

    維耶離國亦復造橋,欲使佛過。
    Negeri Vaiśālī juga membuat jembatan lagi supaya Buddha melewatinya.

    恒水諸龍遞相交編,結龍為橋,請佛乘度。
    Para naga dari Sungai Gaṅgā pun bergilir gandeng-bergandeng, membentuk jalinan naga sebagai jembatan, dan mengundang Buddha menumpanginya untuk menyeberang.



  16. 時,佛思惟:「若乘羅閱祇所造橋度,恐維耶離國及諸龍王心懷微恨。乘維耶離所造橋度,恐阿闍世及龍懷恨。欲乘龍橋,恐二王有恨。」
    Kalakian Buddha menimbang: “Jikalau menyeberang dengan menumpang jembatan buatan Rājagr̥ha, Aku khawatir raja dari Negeri Vaiśālī dan dari para naga menyimpan kekesalan halus di hatinya. Menyeberang dengan menumpang jembatan buatan Vaiśālī, Aku khawatir Ajātaśatru dan naga menyimpan kekesalan. Hendak menumpang jembatan naga, Aku khawatir ada kekesalan pada kedua raja [lainnya].

    佛又思惟:「今當分身,令於三橋皆有佛過。」
    Buddha menimbang pula: “Kini akan Kupecah tubuh-Ku supaya, di ketiga jembatan, semuanya ada Buddha yang lewat.”



  17. 佛垂臨橋,王阿闍世與其將從數億眾生,香花、雜寶、伎樂供養佛、法、聖眾。
    Apabila beranjak Buddha menyinggahi jembatan, Raja Ajātaśatru dan pengikut-pengikut yang dipimpinnya sejumlah berkoṭi-koṭi makhluk hidup pun, dengan dupa dan bunga, rampaian permata, nyanyian dan musik, mempersembahi Buddha, Dharma, dan Ārya Saṅgha.

    王與群臣一切大眾數億千人,五體投地,自歸悔過,垂泣送佛。
    Raja beserta rombongan abdinya, seluruh kumpulan besar sejumlah koṭian ribu orang, dengan lima anggota badan meniarap ke tanah, pergi berlindung [kepada Triratna] dan menyesali kesalahannya. Sambil berlinang air mata mereka mengantar Buddha.



  18. 佛現神化,於二王橋及諸龍橋,皆現有佛與聖眾俱,天、龍、鬼神乘橋度江。
    Buddha menampilkan transformasi spiritual-Nya — di atas jembatan kedua raja dan jembatan para naga, semuanya tampak ada Buddha serta saṅgha para suci, bersama dewa, naga, dan hantu yaksa, yang menumpangi jembatan tersebut menyeberang sungai.

    王舍國王、維耶離王、恒水諸龍,各自見其所作橋上,佛將大眾乘橋度江。各不知見更有佛在餘橋上過;獨自見橋,佛蹬度江。
    Raja negeri Griya Raja, raja Vaiśālī, para naga dari Sungai Gaṅgā, masing-masing menampak di atas jembatan buatannya sendiri Buddha memimpin kumpulan besar menumpangi jembatan tersebut menyeberang sungai. Masing-masing tidak tahu atau melihat ada Buddha lagi di atas jembatan-jembatan lainnya; hanya dilihatnya jembatannya sendiri dipijak Buddha untuk menyeberang sungai.






    Dalam Wilayah Suku Licchavi

    PENDERMAAN SEMANGKUK AIR OLEH DELAPAN LAKSA EMPAT RIBU PRETA
    (43–64)



  19. 佛適度江已竟,見八萬四千餓鬼,身出煙火。
    Persis setelah Buddha menyeberang sungai, tampaklah delapan laksa empat ribu setan kelaparan yang tubuhnya mengeluarkan api berasap.

    其中未得道者,見此火皆恐怖:「是何大火?譬如燒其大山,見此大火,或來近水,或遠於水。」
    Di tengah-tengah [kumpulan] tersebut, mereka yang belum mendapat Jalan semuanya gentar ketakutan melihat api ini: “Api apakah ini? Ibarat [api] yang membakar alam neraka¹⁰, kita lihat api besar ini terkadang datang mendekati air [Sungai Gaṅgā], terkadang jauh dari air.”



  20. 阿難悉知一切人意,長跪叉手,白佛言:「佛天中天!佛至尊、至重,天上天下最尊。一切眾生見此火者,無不恐怖。此何等火?願佛為一切眾生,說此何等之火。」
    Mengetahui keseluruhan pikir semua orang, Ānanda pun berlutut sambil berañjali, dan berkata kepada Buddha: “Ya Buddha, sang Devātideva! Buddha adalah yang Termulia, yang Terberharga, paling dimuliakan di atas langit dan di kolong langit. Semua makhluk yang melihat api ini tiada yang tidak gentar ketakutan. Api apakah ini? Kiranya Buddha, demi semua makhluk, membabarkan api apakah ini.”



  21. 佛語阿難:「此今餓鬼,先世不逢佛,亦不聞法,亦不見比丘僧,亦不知世間有罪福,生為餓鬼。」
    Buddha bersabda kepada Ānanda: “Ini mereka yang kini [menjadi] setan kelaparan,¹¹ yang pada kehidupan sebelumnya tidak bertemu Buddha, pun tidak mendengar Dharma, pun tidak melihat Bhikṣu-saṅgha, pun tidak mengetahui adanya dosa dan jasa di dunia, sehingga terlahir sebagai setan kelaparan.”



  22. 如今見佛,奔趣歸向,皆為頭面著地,長跪叉手,白佛言:「佛天中天,至尊、至重,天上天下憐愍一切眾生、蜎飛、蠕動有形之類——佛為一切眾生之父母。使我墮餓鬼,佛度我;我亦如一切眾生之類。」
    Manakala kini melihat Buddha, lekas-lekaslah mereka berbalik arah menuju [perlindungan]-Nya. Semuanya melekatkan kepala dan wajah ke tanah, berlutut sambil berañjali, dan berkata kepada Buddha: “Buddha, sang Devātideva yang Termulia, yang Terberharga, mengibaï semua makhluk di atas langit dan di kolong langit, [bahkan kepada] segala macam wujud yang beterbangan dan berkeriapan — Buddha adalah orangtua semua makhluk. Supaya kepada kami yang terjatuh sebagai setan kelaparan, Buddha [kiranya] menyelamatkan kami; kami juga seperti segala macam makhluk hidup itu.”



  23. 佛亦知餓鬼先世所種。佛為一切眾生故,問餓鬼:「前世所種行,今為餓鬼?」
    Buddha mengetahui juga apa yang ditanam oleh setan-setan kelaparan itu pada kehidupan sebelumnya. [Akan tetapi,] demi semua makhluk, ditanyaï-Nya setan-setan kelaparan itu: “Perilaku [bagaimanakah] yang kalian tanam pada kehidupan terdahulu sehingga kini menjadi setan kelaparan?”



  24. 餓鬼曰:「先身雖見佛,不知有佛;雖見法,不知有法;雖見比丘僧,不知有比丘僧。
    Setan-setan kelaparan berujar: “Meskipun diri kami yang sebelumnya melihat Buddha, namun tidak kami ketahui adanya Buddha; meskipun melihat Dharma, namun tidak kami ketahui adanya Dharma; meskipun melihat Bhikṣu-saṅgha, namun tidak kami ketahui adanya Bhikṣu-saṅgha.

    我亦不作福,教他人亦不作福:『作福有何等福?不作福有何種罪?』
    Kami juga tidak berbuat jasa, dan mengajari orang lain pula agar tidak berbuat jasa: ‘Berbuat jasa ada jasa apa saja [yang dicetuskannya]? Tidak berbuat jasa ada dosa apa saja [yang dicetuskannya]?’

    見人作福,言恒笑之;見人作罪,意常歡喜。」
    Melihat orang berbuat jasa, dengan perkataan kami senantiasa menertawaïnya; melihat orang berbuat dosa, dengan pikiran kami selalu bergembira.”



  25. 佛問餓鬼:「生此餓鬼之中以來,至今更歷幾百年歲?」
    Buddha menanyaï setan-setan kelaparan: “Semenjak terlahir di antara setan-setan kelaparan ini, hingga sekarang berapa ratus tahun pula kalian lalui?”



  26. 餓鬼報言:「我生中七萬歲。」
    Setan-setan kelaparan mengutarakan: “Kami terlahir di antaranya sudah tujuh laksa tahun.”



  27. 佛問餓鬼:「生中七萬歲,食飲何種?為得何食?」
    Buddha menanyaï setan-setan kelaparan: “Terlahir di antaranya tujuh laksa tahun, kalian makan dan minum apa saja? Makanan apa yang kalian dapat?”



  28. 餓鬼報言:「我先世種行至惡,遇值小水,即化不見。
    Setan-setan kelaparan mengutarakan: “Perilaku yang kami tanam di kehidupan sebelumnya teramat jahat sehingga, apabila kami menemukan perairan kecil, ia pun berubah tidak terlihat.

    至於大水,便為鬼神、龍、羅剎所逐,言:『汝先世種惡,今何以來近此江海?』
    Apabila tiba di perairan besar, kami lalu dikejar-kejar hantu yaksa, naga, dan rākṣasa yang berkata: ‘Di kehidupan sebelumnya kamu menanam kejahatan, mengapa kini kamu datang mendekati sungai atau laut ini?’

    雖值大龍普天放雨,謂呼:『得雨!』,雨漬其身,方更礫石、熱沙、或值炭火,以墮其身。」
    Walau kedapatan naga agung yang menurunkan hujan semesta langit, apabila kami berseru: ‘Dapat hujan!’ demi tercucurnya hujan itu pada tubuh kami, seketika itu pula batu kerikil, pasir panas, atau bara api tersua menjatuhi tubuh kami.”



  29. 佛問餓鬼:「生中七萬歲,由來飲食何等?」
    Buddha menanyaï setan-setan kelaparan: “Terlahir di antaranya tujuh laksa tahun, asal datangnya makanan kalian bagaimana?



  30. 餓鬼報佛言:「或有世間父母、親里,稱其名字,為作追福者,便小得食;不作福者,不得飲食。」
    Setan-setan kelaparan mengutarakan kepada Buddha: “Entah ada ayah–ibu atau sanak–taulan di dunia yang menyebutkan nama kami saat melakukan penyilihan jasa¹², lalu dapatlah kami makan sedikit; apabila tidak melakukan jasa, kami pun tidak mendapat makanan.”

    諸餓鬼叉手白佛言:「從來飢渴。佛天中天,慈愍一切眾生,今賜餓鬼小飲食。」
    Para setan kelaparan berañjali dan berkata kepada Buddha: “Selama ini kami kelaparan dan kehausan. Buddha, sang Devātideva, yang berkasih–sayang kepada semua makhluk, karuniaïlah kini setan-setan kelaparan sedikit makanan.”



  31. 佛語阿難:「捉鉢取水,用布施餓鬼。」
    Buddha bersabda kepada Ānanda: “Genggamlah mangkuk (pātra) dan ambilkan air untuk didermakan kepada setan-setan kelaparan.”

    阿難便捉鉢取水,與餓鬼。
    Ānanda lalu menggenggam mangkuk, mengambil air, dan memberikannya kepada setan-setan kelaparan.



  32. 餓鬼白佛言:「今此一鉢水,不飽一人,況乃八萬四千?」
    Setan-setan kelaparan berkata kepada Buddha: “Kini semangkuk air ini [bahkan] tak dapat mengenyangkan satu orang, apatah lagi hingga delapan laksa empat ribu?”



  33. 佛語諸餓鬼:「八萬四千捉此鉢水,至心布施佛及諸弟子。」
    Buddha bersabda kepada para setan kelaparan: “Genggamlah oleh delapan laksa empat ribu [di antara kalian] air di mangkuk ini, dermakan dengan sungguh hati kepada Buddha dan para siswa-Nya.”



  34. 諸八萬四千餓鬼捉此鉢水,長跪布施:「以我先世不布施,今我生餓鬼中。如今無所有,持此鉢水布施佛及諸弟子,使諸餓鬼——緣此功德——遠離三惡道,後所生得師如佛無異。」
    Kedelapanlaksaempatribu setan kelaparan pun menggenggam air di mangkuk ini dan mendermakannya sambil berlutut: “Karena kami tidak bederma pada kehidupan sebelumnya, kini kami terlahir di antara setan kelaparan. Sebab kini tiada apa pun yang kami miliki, memegang air di mangkuk ini kami bederma kepada Buddha dan para siswa-Nya, supaya para setan kelaparan — terkondisikan oleh kebajikan ini — terjauhkan dari tiga jalur rendah dan kelak terlahir mendapat guru yang tidak berbeda seperti Buddha.”

    餓鬼過水與阿難,阿難捉水與佛甞一口,過與千二百五十弟子各甞一口。
    Setan-setan kelaparan mengalihkan air itu kepada Ānanda; Ānanda menggenggam air itu dan memberikannya kepada Buddha untuk dikecap secicip, kemudian mengalihkan kepada seribu dua ratus lima puluh siswa-Nya agar masing-masing pun mengecap secicip.



  35. 佛語諸餓鬼:「入大江飲水,并可洗浴。」
    Buddha bersabda kepada para setan kelaparan: “Masukilah sungai agung [Gaṅgā] untuk meminum airnya, dan bolehlah kalian mandi.”

    江海龍、鬼神遮不得洗浴、飲水。
    [Akan tetapi,] naga-naga sungai dan samudra, serta para hantu yaksa, menghalangi mereka sehingga tidak dapat mandi atau minum airnya.

    佛語海龍王及諸鬼神:「無極之水,何以愛惜?」
    Buddha bersabda kepada raja naga samudra dan para hantu yaksa: “Air yang tiada berhingga mengapa [begitu] kalian sayangkan dengan kecintaan?”



  36. 諸龍、鬼神言:「不惜此水,以餓鬼不淨故。」
    Para naga dan hantu yaksa berkata: “Bukannya kami menyayangkan air ini, melainkan karena setan-setan kelaparan itu tidak bersih.”



  37. 佛語海龍王、鬼神:「卿身自從無數劫以來,亦作此身。愛惜無極之水,卿後還作此身。以慳貪故,生為餓鬼。」
    Buddha bersabda kepada raja naga samudra dan para hantu yaksa: “Diri kalian, semenjak berkalpa-kalpa yang tiada terhitung, telah pula bertubuh [seperti pada kelahiran sekarang] ini. Menyayangkan air yang tiada berhingga dengan kecintaan, kalian kemudian kembali menjadi bertubuh ini. Karena [masih bertahan] dengan kekikiran dan keserakahan, kalian akan terlahir sebagai setan kelaparan.”



  38. 諸海龍王、鬼神聞佛言,盡還入海,聽諸餓鬼盡得飲水飽滿、洗浴。
    Mendengar perkataan Buddha, para naga samudra dan rajanya, serta segenap hantu yaksa, pulanglah masuk ke samudra. Mereka mengizinkan para setan kelaparan agar segenapnya dapat meminum air hingga puas terkenyangkan dan mandi.

    還出,遶佛三匝,為佛作禮,叉手白佛言:「佛天中天,知當來、過去,何時當脫此餓鬼之身?」
    Sesudah kembali keluar, [para setan kelaparan] mengelilingi Buddha tiga kitaran, memberi hormat kepada Buddha, berañjali dan berkata kepada Buddha: “Ya Buddha, sang Devātideva, yang mengetahui masa mendatang dan masa lalu, bilakah kami akan terlepas dari tubuh setan kelaparan ini?”



  39. 佛言:「以一鉢水故,後當彌勒佛出世,人壽八萬四千歲,現諸餓鬼盡得人身,皆得阿羅漢道。」
    Buddha berkata: “Berkat semangkuk air, kelak saat Buddha Maitreya muncul di dunia, saat usia manusia delapan laksa empat ribu tahun, kalian yang sekarang menjadi setan kelaparan akan mendapat tubuh manusia segenapnya; semuanya akan mendapat Jalan Kearhatan.”



  40. 其諸眾會,聞此布施功德者,皆得正真道意。
    Maka segala di persamuhan kumpulan itu, yang mendengar kebajikan dari pendermaan ini, semuanya mendapat [buah-]pikiran akan Pencerahan Sejati yang Tepat (anuttarāyāṃ samyaksaṃbodhau cittam-utpāda).

    諸一切餓鬼遶佛三匝,作禮而去。
    Para setan kelaparan mengelilingi Buddha tiga kitaran, memberi hormat, dan pergi.



    MELANJUTKAN PERJALANAN KE VAIŚĀLĪ
    (65–69)



  41. 維耶離國諸王、大臣、長者、居士、國人無數,五體作禮,自投佛足,歸命三寶。
    Maka para raja, menteri besar, perumahtangga, kepala kaum, dan tidak terhitung orang-orang senegeri Vaiśālī bernamaskāra dengan lima anggota badannya ditiarapkannya sendiri di kaki Buddha, serta pergi berlindung kepada Triratna.

    香花、伎樂、繒蓋、幢幡,奉迎世尊。
    Dengan dupa dan bunga, nyanyian dan musik, kain-kain sutera dan kanopi, duaja dan panji, mereka menyambut Bhagavan.

    華遍覆地,尋路供養,日日不絕,至于國城。
    Hari demi hari tanpa putus mereka persembahkan bebungaan yang merata menutupi tanah, sedepa [selebar] rute hingga ke kota negeri itu.



    Syair Jampian



  42. 佛與聖眾、天、龍、鬼神往于城門。
    Buddha serta saṅgha para suci, [diikuti] dewa, naga, dan hantu yaksa, berangkat ke gerbang kota.

    以金色臂、德相之手,觸城門閫。
    Dengan lengan-Nya yang berwarna keemasan, dengan tangan-Nya yang berciri kebajikan, Ia menyentuh ambang gerbang kota.

    以梵清淨八種之聲,而說偈言:
    Dengan delapan jenis suara brahma yang murni, disabdakan-Nya gāthā berikut:

    「諸有眾生類  在土界中者
     行住於地上  及虛空中者
     慈愛於眾生  令各安休息
     晝夜勤專精  奉行眾善法」

    “Segala macam makhluk¹³ yang hadir
    dalam wilayah tanah [Vaiśālī] ini,
    yang berjalan atau berdiam di atas bumi,
    dan yang di tengah antariksa:

    Cinta dan sayangilah semua makhluk¹⁴
    agar masing-masing tenteram dalam pengasoan,
    siang dan malam bertekun dengan semangat intens¹⁵
    menjunjung dan melaksanakan kumpulan dharma baik!”

    說此偈已,地即為之六返大動。
    Setelah disabdakan-Nya gāthā ini, bumi pun demi hal itu terguncang hebat dalam enam cara bolak-balik.




  1. 佛便入城。空中鬼神昇空退散;地行鬼神爭門競出,城門不容,各各奔突,崩城而出。
    Lalu masuklah Buddha ke kota. Hantu-hantu yaksa antariksiah membubung ke angkasa dan undur berpencaran; hantu-hantu yaksa bumiah berebut gerbang dan berlomba-lomba keluar, tidak tertampung di gerbang kota, sehingga masing-masing berdesak-desak mengambrolkan [tembok] kota dan keluar.



  2. 於時,城中諸有不淨、廁穢、臭惡,下沈入地。高卑相從,溝坑皆平。
    Tatkala itu segala ketidakmurnian, kotoran ekskresi, mala busuk yang ada di dalam kota tenggelam masuk ke bawah tanah. Yang tinggi dan yang nista saling runtut; liang-liang dan pelimbahan semuanya [menjadi] rata.

    盲視聾聽,瘂語躄行,狂者得正,病者除愈。象馬牛畜,悲鳴相和。
    Yang buta melihat, yang tuli mendengar, yang bisu berucap, yang timpang berjalan, yang gila mendapat kewarasan, yang sakit berangsur pulih. Gajah, kuda, sapi, dan binatang-binatang menguak penuh kasih saling selaras.

    箜篌樂器,不鼓自鳴,宮商調和。婦女珠環,相𢾊妙響。器物𤬪甖,自然有聲,柔軟和暢,妙法之音。地中伏藏,自然發出。
    Harpa dan alat-alat musik berbunyi sendiri tanpa ditabuh, dalam nada-nada pentatonis yang harmonis. Gelang-gelang mutiara wanita saling beradu dengan kumandang yang menakjubkan. Bejana-bejana dan vas-vas bersuara secara alami, lancar, dan lemah lembut akan bunyi Saddharma. Khazanah tersembunyi [harta karun] dalam tanah timbul keluar secara alami.

    一切眾生,如遭熱渴,得清涼水服飲澡浴,泰然穌息;舉城眾病,除愈解脫,亦復如是。
    Semua makhluk, apabila menghadapi kepanasan dan kehausan, mendapat air jernih dan sejuk untuk minum dan mandi, yang menenangkan dan menyegarkan; kumpulan pesakit seisi kota, yang berangsur pulih dan terbebaskan, juga demikian pula.



  3. 佛與大眾便還出城,垂大慈哀,欲為眾生施大擁護,遶城周匝。門門呪願,敷演妙法,除凶致祥。普國疾患、災疫悉除,國界盡安。
    Buddha serta kumpulan besar itu lalu kembali keluar kota. Menganugerahkan kasih–sayang agung, demi semua makhluk hendak ditebarkan-Nya penjagaan besar mengelilingi sekitaran kota. Dari gerbang ke gerbang diberkati-Nya dengan doa, dibentangkan dan dipaparkan-Nya Saddharma, ditolakkan-Nya kemalangan, dan dihadirkan-Nya keberuntungan. Penyakit, derita, wabah bencana semesta negeri tertolakkan seluruhnya; wilayah negeri selamat segenapnya.



    AVADĀNA TENTANG TOMARA
    (70–93)



  4. 於是,才明前禮佛足,長跪叉手,白世尊言:「前許垂愍,唯願明日與諸大眾,愍眾生故,迴光顧臨,至舍蔬食。」
    Di sini Alim Berbakat pun maju menyembah kaki Buddha. Seraya belutut dan berañjali, ia berkata kepada Bhagavan: “[Sebagaimana] dahulu lulus sudah Kauanugerahkan belaskasihan, mohon pada esok hari, beserta semua dalam kumpulan besar, Engkau kiranya — karena mengibaï semua makhluk — memalingkan seri [kebesaran]-Mu dan acuh singgah ke kediaman kami untuk makan sederhana.”

    佛默聽許。
    Buddha diam meluluskannya.

    歡喜踊躍,右遶三匝,禮佛而退。
    [Alim Berbakat] bersukacita keriangan, mengelilingi Buddha tiga kitaran ke kanan, menyembah Beliau, lalu mengundurkan diri.



  5. 歸家供辦百味飯食,清淨香潔,色鮮味甘;嚴飾家裏,懸繒、幡蓋,床坐、綩綖,香汁灑地,散花燒香。
    Sepulang ke rumahnya, dipersiapkannya persembahan santapan ratusan rasa dengan [bahan-bahan] murni, harum, bersih, segar rupanya, dan manis rasanya. Dihiasinya dalam rumahnya dengan gantungan kain-kain sutera, panji dan kanopi, dipan tempat duduk, kur dan rumbai; dipercikinya lantainya dengan wewangian, ditaburkannya bunga, dan dibakarkannya dupa.

    供設備辦,遂於門中長跪燒香,遙白佛言:「幸時降神。」
    Apabila penyediaan persembahan sudah siap, berikutnya berlututlah ia di pintu sambil membakar dupa, dan berkata dari kejauhan kepada Buddha: “Waktunyalah berkunjung menurunkan [kebesaran] spiritual-Mu.”



  6. 爾時,世尊勅諸弟子著衣持鉢,行詣長者才明受請。
    Pada saat itu Bhagavan memerintah para siswa-Nya mengenakan jubah dan memegang mangkuk, lalu berjalan menghampiri Perumahtangga Alim Berbakat untuk menerima undangannya.

    即到其門,才明肅恭,花香伎樂請佛入舍;佛與聖眾,以次就位。於時,才明執持金瓶,躬行澡水。手自斟酌,上下平等。
    Sesampainya Beliau di pintunya, Alim Berbakat pun berkhidmat dengan bunga, dupa, nyanyian, dan musik, mengundang Buddha memasuki kediamannya; Buddha beserta saṅgha para suci lantas menempati kedudukan sesuai urutan. Tatkala itu Alim Berbakat memegang sebuah bejana mas, dan diedarkanlah oleh dirinya air basuhan. Disendokkannya sendiri dengan tangannya [santapan] bagi yang senior maupun yang junior samarata.

    飯食畢訖,重行澡水。長跪叉手,前白佛言:「唯願世尊垂四等心,更受三日如今之請。」
    Selepas santap makanan selesai, ulang diedarkannya air basuhan. Seraya berlutut dan berañjali, ia maju berkata kepada Buddha: “Mohon kiranya Bhagavan mencurahkan empat kesetaraan¹⁶ dan menerima kembali undangan seperti sekarang untuk tiga hari.”

    佛默便許。
    Buddha diam lalu meluluskannya.



  7. 於是,才明供佛聖眾,種種香潔如其初日。
    Di sini Alim Berbakat mempersembahi Buddha [dan] saṅgha para suci dengan berjenis-jenis yang harum dan bersih seperti pada hari pertama.

    四日已竟,以金色㲲價直十萬,次到上座;九萬價㲲,以次轉下;末下坐者萬錢價㲲,以為噠嚫。
    Setelah empat hari selesai, dialokasikannya bagi yang Tersepuh (sthavira) beludru berwarna keemasan seharga sepuluh laksa, dialokasikannya bagi yang lebih rendah [senioritasnya] beludru seharga sembilan laksa, dan bagi yang paling junior beludru seharga selaksa kārṣāpaṇa, sebagai dakṣiṇā (‘hadiah’).



  8. 其妻即起,長跪叉手,白世尊曰:「唯!天中天,慈加人物,願留神光。受賤妾請,更住四日。」
    Bininya pun berbangkit. Seraya berlutut dan berañjali, ia berkata kepada Buddha: “Ya Devātideva, yang kesayangan-Nya tercurah bagi umat manusia, mohon sisihkanlah seri [kebesaran] spiritual-Mu! Terimalah undangan sahaya yang papa, untuk tinggal kembali empat hari.”

    佛默然許。
    Buddha diam meluluskannya.

    其妻供養,初日、後日、至于四日,飯食香潔等無差異。四日已竟,又以金色十萬價㲲,奉上世尊;次九萬㲲;最下萬錢。
    Sang bini mempersembahkan, pada hari pertama, hari seterusnya, hingga hari yang keempat, santapan yang harum dan bersihnya sama [sebagaimana Alim Berbakat] tiada berbeda. Setelah empat hari selesai, juga dihaturkannya bagi Bhagavan beludru berwarna keemasan seharga sepuluh laksa, bagi yang selanjutnya beludru sembilan laksa, bagi yang paling junior yang selaksa kārṣāpaṇa.



  9. 時,才明子起至佛前,長跪叉手,白世尊言:「唯!天中天。已受父母各四日食。幸垂慈哀憐愍,受我四日之請。」
    Kalakian putra Alim Berbakat berbangkit dan maju ke hadapan Buddha. Seraya berlutut dan berañjali, ia berkata kepada Bhagavan: “Ya Devātideva! Engkau telah menerima makanan dari ayah–ibuku masing-masing untuk empat hari. Kupinta curahkanlah kasih–sayang dan keibaan-Mu, terimalah undanganku untuk empat hari.”

    佛亦默許。
    Buddha diam pula meluluskannya.

    其子恭勤四日供養,飯食甘美亦如父母。即以金色十萬價㲲,奉獻世尊;次坐九萬;末下萬錢。
    Sang putra bertekun dengan khidmat selama empat hari, mempersembahkan santapan yang manis dan lezat pula sebagaimana ayah–ibunya. Pun dipersembahkannya bagi Bhagavan beludru berwarna keemasan seharga sepuluh laksa, bagi yang senioritasnya selanjutnya yang sembilan laksa, bagi yang paling junior yang selaksa kārṣāpaṇa.



  10. 子婦又起,長跪白佛:「世尊弘慈,已受翁姑及夫供養。幸如前比,復受四日。」
    Istri sang putra juga berbangkit. Sambil berlutut, ia berkata kepada Buddha: “Bhagavan, yang bermegah akan kesayangan, telah menerima persembahan dari ayah–ibu mertuaku dan suamiku. Kupinta, layaknya preseden terdahulu, terimalah lagi untuk empat hari.”

    佛又默受。
    Buddha juga diam menerimanya.

    所設餚饌如前無異,亦至四日。亦以金色十萬價㲲,次坐九萬,下坐萬錢,以為噠嚫。
    Maka hidangan yang disediakannya layaknya yang terdahulu tiada berbeda, juga hingga empat hari. Juga dipersembahkannya beludru berwarna keemasan seharga sepuluh laksa, bagi yang senioritasnya selanjutnya yang sembilan laksa, bagi yang senioritasnya paling rendah yang selaksa kārṣāpaṇa, sebagai dakṣiṇā.



  11. 居家大小,於佛前坐,奉受訓誨。佛為頒宣,敷演四諦——苦、習、盡、道——八賢聖路,斷除勞意二十二結,證諦溝港。
    Maka yang mukimnya dalam rumah itu, besar dan kecil, berduduk di hadapan Buddha, menjunjung dan menerima instruksi-Nya. Buddha pun membabar demi mereka, membentangkan dan memaparkan Empat Kebenaran — penderitaan, penyusunnya, akhirnya, dan jalannya — serta Delapan Jalan Bajik dan Suci untuk memotong dan menyingkirkan dua puluh dua simpul yang merepotkan pikiran (upakleśa)¹⁷, sebagai anak sungai atau saluran realisasi Kebenaran.



  12. 維耶離國諸王、大臣、長者、居士、闔國人民,皆生心念:「佛來至國,為獨以一才明故乎?」
    Adapun para raja, menteri besar, perumahtangga, kepala kaum, dan rakyat senegeri Vaiśālī semuanya memunculkan pemikiran dalam hati: “Buddha datang ke negeri kita apakah demi Alim Berbakat seorang sajakah?”

    意皆懷嫌,象、馬、車、步皆共來集,向才明家,欲壞其舍得見世尊。
    Dengan pikiran menyimpan kesebalan, semuanya bergajah, berkuda, berkereta, atau berjalankaki sama-sama datang berhimpun, menghadap rumah Alim Berbakat, hendak mendobrak kediamannya agar dapat berjumpa Bhagavan.

    大眾震動,響響有聲。
    Kumpulan besar itu bergegar, talun-temalun suaranya.



  13. 佛悉預覩,故問阿難:「外有何聲?」
    Buddha mempratinjaukan seluruhnya, karenanya bertanyalah Ia kepada Ānanda: “Suara apakah yang ada di luar?”



  14. 阿難白佛:「維耶離王、大臣、長者、國人巨細,皆懷怨心:世尊入國,才明請歸,獨固在家,至十六日,餘不得見。以此為嫌,故集會來,欲見世尊。」
    Ānanda berkata kepada Buddha: “Raja, menteri besar, perumahtangga, dan orang-orang senegeri Vaiśālī, agung dan alit, semuanya menyimpan permusuhan dalam hati: [semenjak] Bhagavan memasuki negeri, Alim Berbakat mengundang-Nya pulang dan mengisolir-Nya sendiri di rumahnya hingga enam belas hari, sehingga yang lain tak dapat menjumpai-Nya. Dengan kesebalan ini, karenanya mereka datang berhimpun, hendak berjumpa Bhagavan.”



  15. 佛告阿難:「出慰諸人:莫齎恨意,欲見佛者,便聽使入。」
    Buddha memberitahu Ānanda: “Keluarlah meredam orang-orang: jangan lagi membawa pikiran kekesalan — siapa yang hendak menjumpaï Bhagavan, maka izinkan supaya masuk.”



  16. 阿難宣命:「謂諸大眾,以啟聽入!」
    Ānanda membeberkan mandat: “Bagi kumpulan besar ini kuumumkan bahwa [telahlah] diizinkan masuk!”



  17. 國王、大臣、及一切人聞佛教告,怒心霍除,無餘微恨,如雨淹塵。
    Mendengar pemberitahuan Buddha, kemarahan dalam hati raja negeri, menteri besar, dan segala orang sekonyong-konyong tersingkirkan; tiada lagi kekesalan sehalusnya bagaikan debu yang terendam hujan.

    便入見佛,五體投地,稽首佛足。
    Lalu masuklah mereka menjumpaï Buddha dan, dengan lima anggota badan meniarap ke tanah, bersujud di kaki Buddha.

    大眾浩浩,其舍不容。
    Kumpulan besar meruah-ruah sehingga tidak tertampung di kediaman itu.

    在外者眾,佛悉慈愍,化才明舍令為琉璃,表裏清徹,悉通相見。
    Bagi kumpulan yang di luar, Buddha mengasih–sayangi seluruhnya. Diubah-Nya kediaman Alim Berbakat menjadi baiduri (vaiḍūrya) yang jernih transparan di luar dan di dalam, seluruhnya tembus pandangan.



  18. 於是,才明為設床座、氍毹、𣰅㲪、種種食具。水精、琉璃、金銀、雜寶以為器物。
    Di sini Alim Berbakat pun menyediakan dipan tempat duduk, karpet, lapik wol, dan berjenis-jenis perkakas makan. Barang-barang wadah tersebut dari kristal, baiduri, emas, perak, dan rampai permata.

    大眾食訖,於是,才明前白世尊及諸貴賓:「居儉蔬食,枉屈顧臨。願以食器及床座具,以相貢遺。」
    Selepas kumpulan besar itu makan, di sini Alim Berbakat maju berkata kepada Bhagavan dan para tamu terhormat: “Dengan pemukiman defisien dan makanan sederhana, telah kukecewakan [anda sekalian yang] acuh singgah. Mohon anggaplah wadah makanan dan dipan perlengkapan duduk ini kompensasinya.”



  19. 時會大眾,莫不愕然,皆共歎咤:「長者才明立名不妄,與德相副。興設大施,貢遺寶器,莫不周遍。家中財寶,豈可訾計四部弟子及與大眾?」
    Kumpulan besar yang bersamuh saat itu tiada yang tidak merasa takjub, semuanya sama-sama tercengang kekaguman: “Nama [baik] yang terdirikan Perumahtangga Alim Berbakat bukannya dusta, bersesuaianlah dengan kebajikannya. Derma besar yang disediakannya, wadah permata yang dikompensasikannya, tiada yang tidak merata. Harta kekayaan dalam rumahnya bagaimana bisa ditakar dan diperkirakan untuk keempat kelompok siswa dan kumpulan besar ini?”

    心皆懷疑:「長者才明有何功德?請佛大眾至十六日,及王、臣、民供養貢遺,周遍一國,得服甘露。前世福耶?今世德乎?」
    Dalam hati semuanya merasa bimbang: “Kebajikan apakah yang dimiliki Perumahtangga Alim Berbakat? Ia mengundang Buddha dan kumpulan besar hingga enam belas hari; serta kepada raja, menteri, dan rakyat dipersembahkannya kompensasi, merata satu negeri dapat mengenyam amerta. Apakah jasa-jasa dari kehidupan terdahulunya? ataukah kebajikan dari kehidupan sekarangnya?”



  20. 阿難即知眾會心疑,長跪叉手,前白佛言:「大會懷疑長者才明於何福田,廣植德本?遭何明師,受其教誨,今逮影報:財富無限、心明行淨、先服甘露?唯願世尊現說本行,決一切疑!」
    Ānanda pun mengetahui kebimbangan hati persamuhan kumpulan itu. Seraya berlutut dan berañjali, ia maju berkata kepada Buddha: “Persamuhan besar ini merasa bimbang di ladang jasa manakah Perumahtangga Alim Berbakat menanam akar kebajikan secara ekstensif? Menemui guru penerang manakah ia menerima instruksi sehingga kini akibatnya [seperti] bayangan yang mencakupnya: kekayaan yang tak terbatas, batin yang terang, perilaku yang murni, dan lebih dahulu mengenyam amerta? Mohon kiranya Bhagavan sekarang membabarkan praktik asalnya, demi memutus segala kebimbangan!”



    Kejadian di Masa Lampau



  21. 佛告阿難及諸大會:「一心善聽!今當解暢心之所疑。往世有城,名波羅奈。去城不遠,山名仙居,山中池水、林樹花果,快樂無比。世有佛時,與諸弟子遊處其中;若世無佛,緣覺居中;若無緣覺,外學神仙則居其中——初無斷絕。以是之故,斯名仙居。
    Buddha memberitahu Ānanda dan segala di persamuhan besar itu: “Dengarkanlah baik-baik dengan sepenuh hati! Kini akan Kujelaskan apa yang hati kalian bimbangkan. Di zaman silam adalah sebuah kota bernama Vārāṇasī. Pergi tak jauh dari kota, terdapat gunung yang bernama Mukim Para Resi (R̥ṣibhavana?). Air kolam di tengah gunung itu, bunga dan buah dari pepohonan di hutannya, menggirangkan tiada bandingnya. Tatkala ada Buddha [yang muncul] di zaman itu, maka Ia akan melawat beserta siswa-siswa-Nya bertempat di sana; jikalau di zaman itu tiada Buddha, maka para pratyekabuddha yang akan memukiminya; jikalau tiada pratyekabuddha, maka resi-resi kedewataan non-Buddhis yang akan bermukim di sana — selalu tidak pernah terputus. Oleh karena itu, ia dinamakan Mukim Para Resi.



  22. 「時,有緣覺在山中止,早起澡漱,法服持鉢,出山求食。未至聚落,遇暴風雨。
    “Kalakian berdiamlah seorang Pratyekabuddha di gunung itu, yang bangun pagi-pagi, berbasuh dan berkumur, mengenakan jubah Dharma dan memegang mangkuk, lalu keluar gunung untuk memohon makanan. Belum tiba ia di desa, tertemui olehnya angin dan hujan lebat.

    去道不遠,有官果園,中有園監。見有煙出,道士往詣,報語主人:『行遇風雨,幸聽入舍,向火曝衣。』
    Pergi tak jauh dari jalan, terdapatlah sebuah kebun buah publik, dan di tengahnya ada jenang kebunnya. Demi dilihatnya ada asap yang keluar, maka sang Penempuh Jalan berangkat menghampirinya, dan mengutarakan kepada yang empunya: ‘[Sewaktu aku] berjalan, tertemui olehku angin dan hujan. Kupinta izinkanlah aku memasuki kediamanmu, menghadapi api untuk mengeringkan pakaianku.’

    即請令入,取薪然火,為曝衣裳。衣乾體暖,風雨小歇,著衣欲出。
    Setelah dipersilakan agar masuk, diambilkanlah kayu bakar penyulut api untuk mengeringkan jubah atasan dan bawahannya. Pakaiannya mengering, badannya menghangat, angin dan hujan pun mereda kecil; lalu dikenakannya pakaiannya hendak keluar.

    園監問曰:『唯!聖道士,欲何所至?』
    Penjenang kebun menanyaïnya: ‘Wahai Penempuh Jalan yang suci, hendak ke mana engkau menuju?’

    答曰:『賢者。一切有形衣食為命。吾捨家學道,乞食自存;若不得食,身命不濟,諸根不定,不能思道。』
    Jawabnya: ‘Insan yang Arif, segala yang berwujud hidup berkat sandang dan pangan. Setelah meninggalkan rumahtangga dan mempelajari Jalan, dengan meminta-minta makanan aku menghidupi diriku; jikalau tidak mendapat makanan, nyawa jasmani (kāya jīvita) takkan terbantu, segala indera takkan termantapkan, takkanlah sanggup merenungkan Jalan.’

    園監對曰:『貧家蔬食,色麁味酸;若垂甘受,幸住勿行!』
    Penjenang kebun menyahut: ‘[Ada pada] rumahtanggaku yang miskin makanan sederhana, yang kasar rupanya dan masam rasanya; jikalau kauanugerahkan perkenan menerimanya, kupinta tinggallah dan jangan berjalan!’

    緣覺答曰:『學道求食,不著色味,充軀而已。若相許食,便住不行。』
    Sang Pratyekabuddha menjawab: ‘Dalam mempelajari Jalan dan memohon makanan, kami tidak melekat pada rupa dan rasa; sekadar mengganjal perut, sudahlah. Jikalau engkau ingin menjanjikan makanan, maka aku akan tinggal dan tidak berjalan.’



  23. 「於是,園監便歸取飯。至家問婦:『飯食辦未?』
    “Di sini penjenang kebun lalu pulang mengambil santapan. Setiba di rumahnya, ditanyaïnya istrinya: ‘Santap makanan sudah siap belum?’

    對曰:『已辦。』
    Disahut kepadanya: ‘Sudah siap.’

    其國食法,分飯別食。夫語婦曰:『取吾分來,偶有要客,欲以食之。』
    Adapun cara makan di negeri itu ialah dengan memporsikan santapan untuk makan individual. Maka sang suami berucap kepada istrinya: ‘Ambilkanlah porsiku sebab mendadak ada tamu penting, hendak kusuguh dengannya.’

    妻即念言:『夫為男子,當執勞役,涉冐寒暑。假令不食,不能執勞。妾為女人,在家閑處;可持妾分,以待此客。』
    Sang bini pun merenung dan berkata: ‘Swami, [engkau] adalah pria yang harus menjabat kerja wajib, dan menerjang risiko dingin dan panas. Seandainya tidak makan, takkanlah sanggup kaujabat kerja itu. Sahaya cuma wanita yang bersenggang di rumah; bolehlah kaubawa porsi sahaya untuk meladeni tamu ini.’

    其子又言:『父母年老,便可自食,以我分與。』
    Putranya juga berkata: ‘Ayah dan ibu berusia lanjut, maka bolehlah memakan sendiri; berikan saja porsiku.’

    其子婦曰:『翁姑及夫已許食客。妾年幼壯,堪忍飢渴。乞以妾分持用食客。』
    Istri putranya berujar: ‘Ayah–ibu mertua dan swami telah berjanji menyuguh tamu. Sementara sahaya masih taruni dan gagah, tahan menanggung lapar dan haus. Berminta agar porsi sahaya saja yang dibawa guna menyuguh tamu.’

    大人便言:『汝等各各善心欲施。可共減取眾人之分,足以食客。』
    Orangtuanya (=sang penjenang kebun) lalu berkata: ‘Kalian masing-masing berhati baik hendak bederma. Bolehlah porsi semua orang sama-sama kita kurangi, ambili hingga cukup untuk menyuguh tamu.’

    即便各減己之飯分。
    Lalu masing-masing pun mengurangi porsi santapannya sendiri.



  24. 「園監又念:『道士衣裳裂壞形露。』
    “Penjenang kebun juga merenung: ‘Sang Penempuh Jalan jubah atasan dan bawahannya rusak koyak, perwujudannya terlanjang.’

    因問其婦:『家中少有衣裳調無?』
    Syahdan ditanyaïnya istrinya: ‘Di rumah adakah teroperkan jubah atasan dan bawahan sedikit?’

    其妻對曰:『家中唯有一領㲲衣,會賓應門更共衣之;餘無所有。』
    Bininya menyahut: ‘Di rumah hanya ada sesetél jubah beludru yang sama-sama kita pakai kembali ketika bersamuh dengan tamu atau membukakan pintu; tiada lagi yang lain.’

    夫答婦言:『以前世時無所惠施,今守貧賤,不及逮人。今者不施,貧窮下賤何時當竟?富貴豪尊、衣食自然者,皆是前世惠施之福、今續惠施,無有厭足。我亦不用會客應門改易服飾。』
    Sang suami menjawab istrinya: ‘Karena waktu kehidupan terdahulu tiada yang didermakan, kita kini berkutat dengan kemiskinan dan kepapaan, tidak berpada mencakup orang lain. Kini [jikalau] tidak bederma, kapankah kemiskinan dan kepapaan ini akan terselesaikan? Kekayaan, kehormatan, prestise, ketersediaan alamiah sandang dan pangan — semuanya dikarenaï jasa-jasa bederma di kehidupan terdahulu dan menyinambungkan derma [di kehidupan] kini, tanpa jemu-jemunya. Kita pun tidak perlu bertukaran pakaian lagi ketika bersamuh dengan tamu atau membukakan pintu.’

    取㲲并飯,家屬皆往到道士所,澡手奉食。
    Mengambil beludru dan santapannya, anggota rumahtangga itu semuanya berangkat menuju tempat sang Penempuh Jalan, lalu membasuh tangan dan menghaturkan makanan.

    道士食訖,澡漱滌鉢。四人奉㲲共授緣覺,即便衣之。
    Selepas sang Penempuh Jalan makan, ia berbasuh, berkumur, dan membilas mangkuknya. Keempat orang tadi pun menghaturkan beludru, sama-sama memberikannya kepada sang Pratyekabuddha yang lalu memakainya.



  25. 「緣覺不以說法教化,現通神足悅寤眾生,令發道意,告主人曰:『已能惠施供養道士,堅強汝志,發弘誓願。』
    “Pratyekabuddha tidak mengajar dengan membabar Dharma, tetapi menampilkan tumpuan kesaktiannya (r̥ddhipāda), menyenangkan dan menyadarkan makhluk hidup agar membangkitkan pikiran akan Jalan (bodhicittotpāda). Diberitahukannya kepada yang empunya: ‘Setelah sanggup bederma mempersembahi Penempuh Jalan, kuat-teguhkanlah cita-citamu, bangkitkan ikrar yang megah.’

    語竟昇空,結跏趺坐、住立、經行,變現緣覺,充滿虛空。各各現化,身出水火:水不滅火,火不侵水——若干變化。乘空飛行,還仙居山
    Selesai berucap, ia membubung ke angkasa, lalu duduk bersila, tinggal berdiri, berjalan mondar-mandir, tampil menjelma sebagai pratyekabuddha-pratyekabuddha memenuhi antariksa. Masing-masing menampilkan transformasi, tubuhnya mengeluarkan air dan api: air tidak memadamkan api, api tidak membinasakan air — beberapa transformasi dijelmakannya. Terbang mengendarai angkasa, kemudian ia pulang ke Gunung Mukim Para Resi.

    園監眷屬,歡喜踊躍,叉手作禮,叩頭求哀,便發誓願:『以今日惠施聖明神、聖道士,緣是福報,離三惡道地獄、餓鬼、畜生之趣。所生之處常共聚會,天上世間饒富安隱,覺慧道力,服甘露味,如聖明師。若遭明師,神德殊勝。』」
    Penjenang kebun dan anggota keluarganya bersukacita keriangan, lalu berañjali dan bernamaskāra, menyungkurkan kepala memohon belaskasihan, dan membangkitkan ikrar: ‘Dengan derma pada hari ini kepada Dewata Penerang yang suci, sang Penempuh Jalan yang suci, — terkondisikan oleh akibat jasa-jasa ini — tertinggalkanlah tiga jalur rendah: alam neraka, setan kelaparan, dan binatang. Di tempat mana pun kami terlahir, [semoga] kami senantiasa berkumpul sama-sama, baik di atas langit maupun di dunia, bergelimang kekayaan dan kesejahteraan, menginsafi kebijaksanaan berkat kekuatan Jalan, dan mengenyam rasa amerta sebagaimana sang Guru Penerang yang suci. Bilamana kami menemukan guru penerang [yang lain], [semoga] kebajikan spiritualnya unggul.’ ”



  26. 佛告大眾:「時園監者,則才明是;妻、息、子婦皆是本人。爾時,同心施尊緣覺。自是以來,九十一劫不更三途,受妙福報,天上世間,室家聚會,不相遠離。爾時,發願願服甘露、覺道得解、遭殊勝師。緣是之故,今遭值我,得遇勝覺,無限無喻;今服甘露,如其先師。」
    Buddha memberitahu kumpulan besar itu: “Penjenang kebun saat itu ialah Alim Berbakat; bini, anak, dan istri putranya ialah orang-orangnya ini semua. Dengan bersehati pada saat itu mereka bederma kepada pratyekabuddha. Sejak saat itu, selama sembilan puluh satu kalpa mereka tidak kembali ke tiga jalur rendah, [melainkan] menerima akibat jasa-jasa yang menakjubkan, baik di atas langit maupun di dunia, berkumpul sebagai keluarga dan tidak tercerai berjauhan. Pada saat itu mereka membangkitkan ikrar bertekad mengenyam amerta, menginsafi Jalan dan mendapat Pembebasan, serta bertemu dengan guru yang unggul. Terkondisikan oleh hal tersebut, kini mereka bertemu dengan-Ku, mendapat Pencerahan unggul yang tiada berbatas, tiada terumpamaï; kini mereka mengenyam amerta sebagaimana gurunya yang sebelumnya.”



  27. 爾時,大會聞佛頒宣功德報應,莫不歡喜,心悅意清,自歸三寶:佛、法、聖眾,嶮結除解,或受五戒,或捨家學道。
    Pada saat itu, demi mendengar Buddha membeberkan balasan akibat kebajikan, persamuhan besar itu tiada yang tidak bersukacita. Dengan hati senang dan pikiran jernih, mereka berlindung kepada Triratna: Buddha, Dharma, dan Ārya Saṅgha, sebab simpul kegentingan¹⁸ telah terurai dan tertolakkan. Ada yang menerima Lima Śīla, ada yang meninggalkan rumahtangga dan mempelajari Jalan.

    於是會中,有四千人皆得道迹、往來、不還、無著之果。
    Di tengah-tengah persamuhan itu ada empat ribu orang yang semuanya mendapat Buah penapakan Jalan¹ (srotāpatti phala), berangkat–datang (sakr̥dāgāmi p.), tidak pulang (anāgāmi p.), dan tanpa kemelekatan (arhattva p.).

    無央數人發大乘意,心不退轉。
    Orang-orang yang tiada kena terhitung [banyaknya] membangkitkan pikiran akan Kendaraan Besar, batinnya tidak bergulir mundur (avinivartanīya).

    於是,世尊起出其舍,一切大眾稽首各退。
    Di sini Bhagavan pun berbangkit keluar dari kediaman itu; seluruh kumpulan besar bersujud dan masing-masing mengundurkan diri.



    AVADĀNA TENTANG ĀMRAPĀLĪ
    (94–103)



  28. 佛與大眾遊至柰女林樹精舍。
    Buddha serta kumpulan besar melawat dan tiba di Ārāma Pepohonan Wanita Manalagi (Āmrapālīvana).

    柰女聞佛從大聖眾至其樹園,心喜無量,即便嚴駕,與其僕從詣園見佛。
    Wanita Manalagi¹⁹ mendengar bahwa Buddha bergabung dengan saṅgha para suci yang besar tiba di kebun pepohonannya. Hatinya bergembira tak terukur, lalu diperhiaskannya wahananya dan, beserta hamba-hamba pengikutnya, dihampirinya kebunnya untuk berjumpa Buddha.

    到,下寶車。如雲降電,趨翔入園。如吉利天,服飾、姿容殊天玉女。園樹諸天,莫不迴目。
    Sesampainya, turunlah ia dari kereta kencana. Bagai petir yang disambarkan awan, dengan bergegas ia meluncur memasuki kebun. Bagai Dewi Śrī, pakaian, hiasan, dan kejelitaannya melampaui gadis kumala surgawi (devakanyā). Para dewa pepohonan di kebun tiada yang tidak memalingkan mata [kepadanya].



  29. 佛見其然,是魔使來,壞敗淨戒、定、慧、解脫、度知見品,即以梵音告諸沙門:「柰女來至,各撿汝意!各自執持精進力弓,皆自嚴辦智慧之矢,被定意鎧,乘禁戒車,與塵勞戰。
    Buddha melihat kodratnya ialah utusan Māra yang datang, yang akan merusakkan agregat moralitas yang murni (śīla skandha), konsentrasi (samādhi s.), kebijaksanaan (prajñā s.), kebebasan (vimukti s.), dan pengetahuan dan pandangan akan keterseberangan (vimuktijñānadarśana s.). Maka dengan suara brahma diberitahu-Nya para śramaṇa: “Wanita Manalagi telah datang; masing-masing cengkamlah pikiranmu! Masing-masing peganglah sendiri busur kekuatan semangat; semuanya persiapkanlah hiasan sendiri anak panah kebijaksanaan, kenakanlah zirah konsentrasi pikiran, kendaraïlah kereta aturan moralitas — berperanglah lawan perepot kedebuan².

    汝等當計女人所有,欺誑一切,如金塗錢;皮薄如蠅翅,以覆惡穢;筋骨連綴,血肉之聚;目眵洟唾,身體污垢,若不洗拭。作是計念,觀女人身,以制迷惑色欲之意。諦觀骨舍,束縛以筋,塗以血肉,覆以衣服,飾以華綵。猶如畫師立牆,以𡐊埿塗污堊,畫以彩色,女人之身亦復如是。當諦計知,除滅婬心。
    Engkau sekalian hendaknya mengasumsikan apa pun yang ada pada wanita, yang menipu segalanya, seperti duit yang disepuh emas; layang kulit [pipinya] seperti sayap lalat, sebagai penyelubung kotoran mala; urat tulangnya jalin-menjalin dengan onggokan darah dagingnya; oleh rebek mata, ingus, dan ludah, tubuhnya najis ternodaï jikalau tidak dicuci atau diséka. Lakukanlah asumsi demikian sewaktu mengamati tubuh wanita, untuk mengendalikan pikiran yang menyimpang dikalutkan nafsu seksual. Sesuai kebenaran amatilah kediaman tulang-belulang ini, yang diikat oleh urat-urat, dibaluri darah dan daging, diselubungi dengan pakaian, dihiasi bunga warna-warni. Bagai dinding yang didirikan pelukis, dengan adonan lempung diplester putih, kemudian dilukisi fresko warna-warni, tubuh wanita demikian pula. Manakala pengasumsian sesuai kebenaran kalian ketahui, tertolakkan dan terpadamkanlah buah-pikir kecabulan.

    夫欲學道,先調其心,後可獲安;不先調心,後悔無及。邪行迷旋,譬如櫪馬臨其壽終——願與意違,終不解脫。
    Barangsiapa yang hendak mempelajari Jalan, [haruslah] sebelumnya menjinakkan batinnya, baru kemudian diperolehnya ketenteraman; apabila batin tidak dijinakkan sebelumnya, sesal kemudian tiada memadaï. Seseorang yang sesat-praktik akan menyimpang terpusingkan ibarat kuda istal menjelang tamat usianya — harapan [orang itu] berlawanan dengan pikirannya, selamanya takkanlah ia Terbebaskan.

    其有視色,心隨惑者,無常計常,苦有樂想,無我計我,不淨淨想。
    Ia yang, seturut melihat rupa, batinnya terkalutkan, [maka] terhadap yang tidak kekal akan dikiranya sebagai kekal; yang merupakan penderitaan, diadakannya pemikiran merupakan kebahagiaan; yang tanpa-aku dikiranya sebagai aku; yang tidak murni, pemikiran sebagai murni.

    慧覺無常、苦、空、不淨。達如是者,即離長途生死患難。」
    Ia yang bijak akan menginsafi ketidakkekalan, penderitaan, kekosongan, ketidakmurnian. Setelah menangkap hal ini sedemikian, tertinggalkanlah jalur panjang derita dan kesukaran saṃsāra.”

    佛以是教告諸弟子,皆共受持,一心奉行。
    Dengan ajaran ini Buddha memberitahu para siswa-Nya, dan semuanya sama-sama menerima dan memegangnya, sepenuh hati menjunjung dan melaksanakannya.



  30. 柰女見佛如日出雲、金光照耀,發清淨意,五體投地,稽首佛足,却坐一面。
    Menampak Buddha yang bagaikan mentari mencuat dari awan, yang cahaya keemasan-Nya memancar cemerlang, Wanita Manalagi pun membangkitkan pikiran murni, meniarapkan kelima anggota badannya ke tanah, bersujud di kaki Buddha, dan undur berduduk ke satu sisi.

    佛告柰女:「女人情逸,惑著五欲。汝能御心迴屈,詣佛所,樂妙法化,是汝最利。
    Buddha memberitahu Wanita Manalagi: “Sentimen seorang wanita adalah bermanja, [tertarik] melekati lima nafsu²⁰ (pañca kāma) karena kekalutan. Engkau sanggup mengemudikan pikiranmu agar berbelok, menghampiri tempat Buddha, dan menggemari ajaran Saddharma — ini merupakan keuntungan tertinggi bagimu.

    男子安重,塵勞垢薄,樂受法化,此不為奇;女人纏綿塵勞羅網,盤旋周障,不識出要。
    Seorang pria ketenangannya begitu sérius, noda perepot kedebuannya tipis, ia gemar menerima ajaran Dharma — ini bukanlah hal yang luar biasa. [Sebaliknya,] seorang wanita terus terlibat jaring perepot kedebuan, dikitari rintangan di sekelilingnya, tidak mengenal akan pentingnya bertolak.

    一切世間,苦空無常,不可怙恃;強疾侵壯,老失顏色,死劫壽命,危侵安隱。欲離是患,專精受法,勤修奉行,乃免斯苦。
    Segala di dunia ini merupakan penderitaan, kosong, tiada kekal, tidak bisa diandalkan sebagai pengayom; yang kuat bangat binasa ketarunaannya, yang tua kehilangan warna romannya, yang mati terampas usia dan nyawanya, bahaya akan membinasakan keselamatan. Apabila hendak meninggalkan derita ini, intenslah bersemangat menerima Dharma, tekunlah berlatih menjunjung praktik, maka penderitaan tersebut terhindarkan.

    女人怨憎,相遇甚惡,亦甚戀慕恩愛之別:凡為女人,每不遠離於此二事。是故!女人當勤奉法,可離怨會、恩愛離別,不復遭遇生老病死,眾苦都滅。」
    Wanita, yang bermusuh, akan sangat menjengkeli [musuhnya] manakala saling bertemu; juga akan sangat merindu dalam perpisahan dengan yang dicintaïnya — setiap wanita saban kalinya tidak pernah jauh tercerai dari kedua hal ini. Oleh karena itu, wanita hendaknya bertekun menjunjung Dharma sehingga bisa meninggalkan persamuhan dengan yang dimusuhi atau perpisahan dengan yang dicintaï; tidak lagi menghadapi kelahiran, ketuaan, kesakitan, dan kematian; terpadamkan segala penderitaannya!”



  31. 柰女聞佛若干妙化女人之穢,心懷慚愧,即起長跪,叉手白佛:「願垂慈哀,與聖眾俱至舍受食。」
    Mendengar beberapa ajaran menakjubkan Buddha tentang kekotoran wanita, dalam hatinya Wanita Manalagi merasa segan dan malu. Ia pun bangkit dan berlutut, berañjali dan berkata kepada Buddha: “Mohon anugerahkanlah kasih–sayang, beserta saṅgha para suci datang bersama-sama ke kediamanku untuk menerima makanan.”

    佛即默受。
    Buddha pun diam menerimanya.



  32. 於是,柰女稽首而退。還歸辦具百味之食,甘脆精美,張施幡蓋、床座、綩綖,香汁灑地,燒香散花,長跪請佛:「日時已到,願與聖眾垂迴臨赴。」
    Di sini Wanita Manalagi bersujud dan mengundurkan diri. Ia pulang mempersiapkan selengkapnya makanan ratusan rasa yang manis, garing, enak, dan lezat; membuka–tutup panji dan kanopi, dipan tempat duduk, kur dan rumbai; memerciki lantai dengan wewangian; membakar dupa dan menaburkan bunga; lalu berlutut mengundang Buddha: “Hari dan waktunya telah sampai; kiranya Engkau beserta saṅgha para suci berpaling singgah dan hadir.”

    佛與弟子著衣持鉢,至柰女家。花香伎樂,請佛入舍,各就坐位,手自斟酌,行水奉食。
    Buddha serta siswa-siswa-Nya mengenakan jubah, memegang mangkuk, dan tiba di rumah Wanita Manalagi, yang dengan bunga, dupa, nyanyian, dan musik mengundang Buddha agar memasuki kediamannya dan lantas menduduki tempatnya masing-masing. Dengan tangannya ia menyendokkan sendiri, mengedarkan air, dan menghaturkan makanan.

    食訖澡漱,佛為廣說布施福報、戒慎之果,天人快樂不得長久、危亡別離、不可恃怙,唯四聖諦、八賢聖路,以獲大安,永無憂患。
    Selepas makan, berbasuh, dan berkumur, Buddha membabarkan secara ekstensif akibat jasa-jasa dari bederma dan buah kewaspadaan Śīla; bahwa kebahagiaan dewa dan manusia tidak dapat bertahan lama, terancam bahaya perpisahan, tidak bisa diandalkan sebagai pengayom; hanya Empat Kebenaran Suci dan Delapan Jalan Bajik dan Sucilah yang akan memperolehkan keselamatan besar, tanpa kesedihan dan derita selamanya.

    心皆歡喜,疑除結解,得須陀洹。
    Dalam hati semuanya²¹ bersukacita, kebimbangannya tersingkirkan, simpulnya terurai, dan didapatnya Kesrotāpannaan.



  33. 眾坐懷疑:「柰女前世有何功德,從樹花生,端正姝好?」
    Kumpulan yang berduduk merasa bimbang: “Wanita Manalagi memiliki kebajikan apa pada kehidupan terdahulunya sehingga dari bunga di pepohonan ia terlahir dengan atribut molek dan rupawan?”



  34. 賢者阿難,知眾懷疑,長跪叉手,前白佛言:「眾坐悉疑,柰女前世於何福田、植何德本,今遇世尊,服甘露藥?」
    Āyuṣman Ānanda mengetahui bahwa kumpulan itu menyimpan kebimbangan. Maka seraya berlutut dan berañjali, ia maju berkata kepada Buddha: “Kumpulan yang berduduk seluruhnya bimbang Wanita Manalagi pada kehidupan terdahulunya di ladang jasa mana dan menanam akar kebajikan apa, sehingga kini bertemu Bhagavan serta mengenyam obat amerta?”



    Kejadian di Masa Lampau



  35. 佛告阿難:「乃前過世迦葉佛時,人壽二萬歲。佛事終竟,復捨壽命。爾時,有王名曰善頸,供養舍利,起七寶塔,高一由延。一切眾生然燈燒香,花蓋繒綵供養禮事。
    Buddha memberitahu Ānanda: “Bahwasanya di kehidupan terdahulu yang telah lewat, semasa Buddha Kāśyapa, manusia berusia dua laksa tahun. Setelah menunaikan karya-Nya, Buddha menuntaskan lagi usia dan nyawa-Nya. Pada saat itu ada raja bernama Leher Baik (Sugrīva?) yang memuja [relikui] śarīra-Nya dengan mendirikan stūpa saptaratna setinggi satu yojana. Semua makhluk menyalakan pelita, membakar dupa, melakukan karya penghormatan dengan persembahan bunga, kanopi, dan kain sutera warna-warni.

    時,有眾女欲供養塔,便共相率掃除塔地。
    Kalakian ada sekumpulan wanita yang hendak memuja stūpa, lalu sama-sama bergotong-royong menyapu lahan [sekitar] stūpa.

    時,有狗糞污穢塔地。有一女人手撮除棄。
    Kalakian ada tahi anjing najis mengotori lahan stūpa. Ada seorang wanita yang dengan tangannya memungutnya dan menyingkirkannya.

    復有一女見其以手除地狗糞,便唾笑之曰:『汝手以污,不可復近。』
    Ada lagi seorang wanita yang melihat ia dengan tangannya memungut dan menyingkirkan tahi anjing dari lahan, lalu meludah dan mengoloknya: ‘Tanganmu sudah najis, tidak boleh lagi mendekat.’

    彼女逆罵:『汝弊婬物!水洗我手,便可得淨。佛天人師敬意無已。』
    Wanita itu balas memaki: ‘Engkau barang pelacur yang korup! Apabila dengan air kucuci tanganku, bolehlah ia dapat bersih. [Yang penting] pikiran takzimku kepada Buddha, Guru Para Dewa dan Manusia, tiada berkesudahan.’

    手除不淨已,便澡手,遶塔求願:『今掃塔地,污穢得除,令我來世勞垢消滅、清淨無穢。』
    Setelah menyingkirkan ketidakmurnian dari tangannya, ia lalu membasuh tangannya, dan mengelilingi stūpa sambil bermohon doa: ‘Berkat menyapu lahan stūpa dan sudi menyingkirkan kotoran najis kini, [semoga] aku pada kehidupan mendatang memadamkan perepot kedebuan dan murni tanpa kekotoran.’

    時諸女人掃塔地者,今此會中諸女人是。爾時掃地願滅塵勞、服甘露味,爾時以手除狗糞女,今柰女是。爾時,發願不與污穢會、所生清淨;以是福報,不因胞胎、臭穢之處,每因花生。以其爾時發一惡聲,罵言婬女,故今受是婬女之名。」
    Para wanita yang menyapu lahan stūpa saat itu ialah para wanita dalam persamuhan ini kini. Wanita yang pada saat itu menyapu lahan seraya bertekad memadamkan perepot kedebuan dan mengenyam rasa amerta, yang pada saat itu dengan tangannya menyingkirkan tahi anjing, kini ialah Wanita Manalagi. Pada saat itu ia membangkitkan tekad agar tidak bersamuh dengan kotoran najis dan [selalu] murni terlahir di mana pun; akibat jasa-jasa tersebut, bukan dicetuskan rahim, tempat yang kotor dan berbau, melainkan dicetuskan bunga ia terlahir saban kalinya. Karena pada saat itu ia menguncarkan satu suara buruk, memaki dengan perkataan ‘wanita pelacur’, maka kini ia menerima sebutan sebagai wanita pelacur (gaṇikā).”



    Penutup



  36. 佛為廣說善惡報應——天上、世間榮樂歡娛;三惡道苦,更相吞噉,愁毒號哭。
    Buddha membabarkan secara ekstensif balasan akibat kebaikan dan kejahatan — bagaimana mereka yang di alam surga dan di dunia bersukaria menikmati kemuliaan; sementara mereka yang di tiga jalur rendah menderita, malah saling melahap dan mencaplok, diliputi kesedihan, dendam, dan ratap-tangis.



  37. 爾時,眾會聞佛所說,歸命三尊:佛、法、聖眾;除身、口、意,奉行十善。
    Pada saat itu, demi mendengar apa yang Buddha sabdakan, persamuhan kumpulan itu pun berlindung kepada Tiga Yang Mulia: Buddha, Dharma, dan Ārya Saṅgha. Mereka menyingkirkan [kesalahan] jasmani, ucapan, dan pikiran; menjunjung dan melaksanakan sepuluh kebaikan.

    無央數人,各於三乘,建立道意。一切歡喜,遶佛三匝,作禮而去。
    Orang-orang yang tiada kena terhitung [banyaknya], masing-masing dalam Ketiga Kendaraan, mendirikan pikiran akan Jalan. Semuanya bersukacita, mengelilingi Buddha tiga kitaran, memberi hormat dan pergi.

    於是,世尊還至精舍。
    Di sini Bhagavan pulang kembali ke ārāma.







《除恐災患經》
Akhir dari Sūtra Penolak Ketakutan, Bencana, dan Derita







CATATAN:

¹ Penapakan Jalan 道迹 — Istilah ini (atau varian penulisannya: 道跡) mulanya merupakan tafsiran untuk mārgābhisamaya (‘realisasi Jalan’) atau dharmābhisamaya (‘realisasi Dharma’), yang terjadi ketika seseorang mencapai Srotāpatti-mārga. Ia kemudian seringkali dijadikan terjemahan arkais srotāpanna sebelum tergantikan terjemahan yang lebih tepat: 入流 atau 預流 (‘pemasuk arus’).

² Perepot kedebuan 塵勞 — Istilah kuno untuk kleśa yang telah digunakan sekurang-kurangnya sejak abad III ini terdiri atas dua karakter: ch’ên 塵 ‘debu’ dan lao 勞 yang dapat berarti: 1. ‘berepot-repot, berjerih-lelah, bekerja berat’, 2. ‘merepotkan, meresahkan, mengganggu’. Walau di kemudian hari digantikan dengan fan-nao 煩惱 (‘pengusik/pengganggu’) yang menjadi standar, kadangkala ia masih disempilkan dalam karya penerjemah-penerjemah belakangan demi alasan artistik kebahasaan.

Tentang mengapa ia ditraduksi begitu, para ekseget Tionghoa berusaha memberikan tafsiran. Ching-ying hui-yüan 淨影慧遠 (523–592), dalam jilid 3 Catatan Makna dari Vimalakīrti Nirdeśa 《維摩義記》 (T. vol. 38, № 1776 hlm. 488b), mengatakan:
煩惱坌污,名之為【塵】;有能勞亂,說以為【勞】。
Fan-nao menyemburkan najis, maka dinamakan [bersifat] kedebuan; ia memiliki kemampuan mengganggu dan mengacaukan, maka disebut perepot.
Alternatif interpretasi oleh Kui-fêng Tsung-mi 圭峰宗密 (780–841) di jilid 3-3 komentar besarnya atas Sūtra Pencerahan Sempurna atau Yüan-chüeh ching 《大方廣圓覺經大疏》 (Zokuzōkyō vol. 9, № 243 hlm. 406a) sbb.:
【塵】者六塵,【勞】謂勞倦。由塵成勞,故名【塵勞】。
Debu ialah enam debu (ṣaḍ viṣaya, enam ranah objek eksternal), perepot berarti yang merepot-lelahkan. Dengan debu menjadikan kerepotan, karenanya dinamakan perepot kedebuan.

又染心懃苦,亦是【塵勞】。
Pun karena melunturi batin sehingga bersusah-payah, maka juga [dinamakan] perepot kedebuan.

³ Di balairung 於正殿 — Pada edisi Korea: di rute utama 於正路.

Makan sederhana 蔬食 — Bisa juga berarti: makan sayuran.

Menanaminya dengan pepohonan jalanan 種植街樹 — Berdasarkan edisi Korea. Bacaan yang lebih umum: menanaminya dengan barisan pepohonan 種植行樹.

Menaburkan bebungaan bagi Buddha 以花散佛 — Berdasarkan edisi Korea. Bacaan yang lebih umum: menaburkan bunga dan dupa bagi Buddha 華香散佛.

Membedakan bagiannya 部別 — Berdasarkan edisi Korea. Bacaan yang lebih umum: membedakan dengan unik 殊別.

⁸ Akan tetapi, karena kini Beliau menjadi Buddha, maka sisa jasa untuk terlahir 2.500 kali lagi itu berbuah sekarang juga sebagai persembahan 2.500 kanopi.

Dipijak Buddha 佛蹬 — Berdasarkan edisi Sung lama yang tersimpan di Perpustakaan Rumahtangga Istana 宮內省圖書寮 Jepang. Bacaan yang lebih umum: dinaiki Buddha 佛登.

¹⁰ Alam neraka 大山 — Secara harfiah: ‘gunung agung’. Jelas ini merupakan salah salin, yang seharusnya adalah T’ai-shan 太山. T’ai-shan (juga ditulis sebagai 泰山 dan 岱山) merupakan nama sebuah gunung yang termasuk dalam Provinsi Shan-tung modern. Bangsa Tionghoa di zaman purba percaya bahwa mereka yang meninggal akan pergi arwahnya bersemayam ke sana. Maka T’ai-shan menjadi identik dengan alam akhirat, mukim orang-orang mati, dan dipadankan oleh Buddhis dengan yamaloka (‘alam Yama’). Istilah ini kemudian juga digunakan sebagai terjemahan arkais untuk niraya (‘alam neraka’) atau nirayagati (‘jalur neraka’ — sebagai salah satu dari enam jalur kelahiran).

¹¹ Ini mereka yang kini [menjadi] setan kelaparan 此今餓鬼 — Berdasarkan edisi Korea. Bacaan yang umum: kini setan-setan kelaparan ini 今此餓鬼.

¹² Yakni: melakukan perbuatan berjasa atas nama yang sudah meninggal (mr̥tāka).

¹³ Makhluk 眾生 — Padanan Sanskerta/Pāli-nya dapat kita ketahui, yaïtu: bhūta. Kata bhūta (dari akar √bhū ‘menjadi, eksis’) berarti ‘yang eksis; makhluk’. Lama-kelamaan artinya berkonotasi pula ‘makhluk halus’ — bandingkan serapannya ke bahasa Jawa: butå. Konotasi terakhir inilah yang dimengerti oleh cerita MvuAv maupun komentar “Ratana Sutta”.

¹⁴ Semua makhluk 眾生 — Padanan Sanskerta dan Pāli-nya, akan tetapi, adalah manuṣyakā prajā dan mānusiyā pajāya (‘bangsa manusia’).

¹⁵ Di sini tidak bisa ditemukan ‘siang dan malam membawakan sesajian (bali)’, seperti pada MvuAv dan “Ratana Sutta”. Terdapat juga kesulitan menafsirkan kata ‘masing-masing’ di baris ke-2 apakah merujuk pada bangsa manusia — rujukan yang kita pilih — atau pada para butå dari bait sebelumnya. Jika yang kedua yang kita pilih, maka bait ini dapat diterjemahkan:
Cinta dan sayangilah semua makhluk;
biarlah masing-masing (=para butå) melungguh dalam pengasoan,
siang dan malam bertekun penuh semangat
menjunjung dan melaksanakan kumpulan dharma baik!
Terjemahan ini terasa lebih pas, namun juga menimbulkan kontradiksi lain dengan teks kita, yang sejak awal tidak pernah menyebut bahwa wabah di Vaiśālī disebabi oleh gangguan makhluk halus. Karena tidak pernah mengganggu, maka tidak perlu juga makhluk halus itu harus mengaso dari penggangguan.

¹⁶ Empat kesetaraan 四等心 — Istilah kuno untuk empat keadaan tanpa-batas (catvāri apramāṇāni). Perhatikan juga bagaimana terjemahan unsur-unsurnya di sepanjang teks kita: 慈 ‘kesayangan’ (maitrī), 悲 ‘keasihan’ (karuṇā), 喜 ‘simpati’ (muditā), dan 護 ‘penjagaan [batin]’ (upekṣā).

¹⁷ Apa saja unsur-unsurnya tidaklah kita ketahui. Pada teks yang berbeda-beda, jumlah upakleśa berbeda-beda. Yang terkenal misalnya MN 7, Vattha (atau Vatthupama) Sutta (‘Khotbah tentang [Perumpamaan] Wastra’), yang memerikan 16 upakkilesa. Padanan-padanan Tionghoanya — setidaknya ada tiga — akan tetapi memerikan 21 upakleśa:
  • Shui-ching fan-chih ching 《水淨梵志經》 (sūtra ke-93 Madhyāma Āgama, T. № 26)
  • Fo-shuo fan-chih chi-shui-ching ching 《佛說梵志計水淨經》 (T. № 51)
(Daftar dalam kedua versi di atas sama persis dan tampaknya berasal dari tradisi-tradisi yang dekat. Versi berikut memuat 21 upakleśa yang berlainan:)
  • Sun-t’o-li ching 《孫陀利經》 (sūtra ke-5 dari varga XIII Ekottara Āgama, T. № 125)
Ada lagi kitab Sanskerta Dharma Saṅgraha yang menjudulkan 24 upakleśa di seksi LXIX, namun kenyataannya hanya 23 yang diperikannya. Versi Tionghoanya, Fa-chi ming-shu ching 《法集名數經》 (T. № 764), malah tidak mengandung pemerian sejenis.

¹⁸ Simpul kegentingan 嶮結 — Terjemahan ini (atau varian penulisannya: 險結) sukar dipahami. Mungkinkah salah satu dari upakleśa? Lihat catatan 17.

¹⁹ Wanita Manalagi 柰女 — Skt. Āmrapālī, secara harfiah berarti ‘wanita penjaga mangga’. Buah mangga tidak umum di Cina sebelum abad VII. Karena tidak dikenal jelas, āmra dalam terjemahan kuno dipadankan dengan nai 柰 yang sebenarnya adalah sejenis apel hutan/apel manalagi.

²⁰ Lima nafsu 五欲 — Yakni: nafsu kepada rupa, n. kepada suara, n. kepada bau, n. kepada rasa, n. kepada sentuhan. Akan tetapi, istilah Tionghoanya merancukan antara nafsu (kāma) dengan objek yang dinafsui (kāmaguṇa) — biasanya yang terakhirlah yang sebenarnya dimaksud. Daftar berbeda lima objek nafsu (財色名食睡), yang begitu populer dalam Buddhisme Tiongkok belakangan, adalah tidak kanonis: kekayaan, seks, kemasyhuran, makanan, dan tidur.

²¹ Semuanya di sini bukanlah semua hadirin yang, di paragraf berikutnya, justru menyimpan kebimbangan. Dari kejadian masa lampau yang dikisahkan Buddha sesudah ini dapat kita ketahui bahwa semuanya merujuk pada wanita-wanita Vaiśālī yang menjamu Buddha dan saṅgha-Nya makan — mengingatkan kita akan versi cerita dalam MvuAv yang menyebutkan adanya kumpulan wanita demikian: Gośr̥ṅgī, Āmrapālī, Bālikā, dkk.